Thursday, September 18, 2025
HomeBlog MiliterSejarahSejarah Perang Pattimura di Maluku Melawan Belanda

Sejarah Perang Pattimura di Maluku Melawan Belanda

Sejarah Perang Pattimura di Maluku Melawan Belanda – HobbyMiliter.com – Sejarah perang Pattimura di Maluku diawali dari diadakannya pertemuan rahasia oleh para pemuda bekas prajurit Inggris yang kemudian mendaulat Thomas Matulessy sebagai pemimpin mereka dalam melakukan perlawanan melawan Belanda. Thomas pun kemudian diberi gelar Pattimura sejak saat itu.

Dalam memimpin perlawanan kalangan rakyat Maluku tersebut, Pattimura berhasil melibatkan para pimpinan formal atau para raja saat itu di berbagai negeri untuk bergabung bersamanya melakukan perlawanan di tahun 1817.

Serikat Dagang Belanda atau VOC sejak merebut Pulau Ambon dari Portugis di tahun 1605 memutuskan untuk menjadikan beberapa pulau di Maluku Tengah menjadi sentra produksi cengkeh dunia agar dapat menguasai perdagangan cengkeh di Eropa sepenuhnya.

Dalam menjalankan rencananya tersebut, VOC membangun tatanan sosial yang teratur, rapi serta aman dengan menjadikan empat pulau sebagai daerah produsen cengkeh utama, yaitu Ambon, Haruku, Saparua, dan Nusalaut. Kepulauan tersebut disebut kepulauan Ambon-Lease dengan pemukiman yang dinamakan negeri diperintah oleh para penguasa atau raja secara turun temurun dengan kewajiban mempertahankan jatah produksi cengkeh di negeri mereka.

VOC juga membagi wilayah produksi secara administratif dalam beberapa karesidenan yang dikepalai seorang residen dengan diperlengkapi seperangkat staf sipil yang berkedudukan dalam benteng dan dikawal tentara VOC.

Demi mempertahankan sistem monopoli cengkeh tersebut, VOC membatasi perdagangan dari dan ke luar Maluku dengan berbagai cara, diantaranya dengan mewajibkan para pedagang untuk memiliki izin berlayar dari VOC jika ingin pergi untuk keperluan perdagangan. Tidak heran kalau saat itu orang asing hanya terkonsentrasi di Ambon, karena adanya pelarangan mereka hadir di negeri-negeri akibat kekuatiran VOC mereka akan memperdagangkan cengkeh secara gelap.

Monopoli VOC yang berlangsung sampai dua abad berakhir saat armada Inggris berhasil masuk kepulauan Maluku dan menggeser VOC di tahun 1796 dan bertahan sekitar 32 tahun, sekitar periode 1796 sampai 1802 dan 1810 sampai 1816. Namun dampaknya, baik secara politis, ekonomis maupun psikologis cukup besar, karena Inggris tidak menerapkan sistem monopoli Belanda.

Rakyat dibebaskan memilih ingin memelihara ataupun tidak memelihara kebun cengkeh mereka, serta para pejabat Inggris juga tidak menuntut mereka untuk membayar utang mereka pada VOC walaupun bersifat turun temurun. Para pedagang swasta bebas memperdagangkan hasil cengkeh mereka dan Inggris tidak melakukan pengawasan ketat seperti halnya VOC.

Inggris juga membentuk pasukan milisi yang terdiri dari 400 para pemuda berbagai negeri guna menjaga keamanan wilayah. Para pemuda tersebut diperlengkapi dengan seragam, senjata serta diberikan kepangkatan militer sesuai kecakapan dan kemampuan mereka. Sementara untuk mengasah keterampilan mereka, Inggris juga menyediakan berbagai macam latihan militer disertai berbagai cara berperang yang sederhana.

Namun ketentraman yang dirasakan rakyat berakhir saat Belanda mengambil alih kembali kekuasaan atas kepulauan Maluku tersebut di bulan Maret 1817 dan membangun kembali birokrasi yang telah mereka terapkan sebelumnya di kepulauan tersebut.

Belanda yang sedang berjuang mengatasi krisis keuangan akibat peperangan di Eropa terpaksa mengeluarkan uang kertas guna dipakai dalam perdagangan dengan penduduk lokal dimana dalam pelaksanaannya menimbulkan masalah di kemudian hari. Belanda mewajibkan rakyat menerima uang kertas dalam transaksi di toko Belanda namun Belanda sendiri memaksa rakyat membayar pakai uang logam zaman VOC dan menolak uang kertas. Kecurangan Belanda tersebut menjadi salah satu pemicu kemarahan rakyat selain diberlakukannya kembali sistem monopoli perdagangan ala VOC, pemberlakuan kembali kerja rodi serta diberlakukannya Pelayaran Hongi yaitu monopoli rempah dan Hak Ekstirpasi atau hak memusnahkan pohon pala dan cengkeh yang tidak ikut aturan monopoli.

Sejarah Perang Pattimura di Maluku

Kondisi memprihatinkan rakyat semasa pendudukan Belanda tersebut mendorong digelarnya berbagai pertemuan rahasia dengan tujuan mencari jalan keluar dari kondisi tersebut. Salah satunya adalah pertemuan yang dilakukan di Pulau Saparua yang di kemudian hari menjadi cikal bakal perang Pattimura.

Bulan Mei 1817, Thomas Matulessy yang merupakan mantan prajurit didikan Inggris dan sudah kembali ke kampung halam di Haria, pulau Saparua, mengadakan pertemuan rahasia dengan rekan lain yang pernah menjadi milisi Inggris, seperti Philip Latumahina, Thomas Pattiwael, Anthony Reebok serta Christina Martha Tiahahu..

Para pemuda pun mendaulat Thomas Matulessy sebagai pemimpin mereka untuk melawan Belanda serta memberi gelar Pattimura, yang dianggap mengandung kharisma karena pernah dipakai para nenek moyang Matulessy yang berasal dari Seram.

Topik utama mereka saat pertemuan tersebut antara lain membahas berbagai keluhan rakyat serta kesewenangan pemerintah, terutama Residen Saparua yaitu bangsawan muda bernama J. R. van den Berg yang menjabat posisi tersebut karena pamannya seorang pejabat di Belanda. Berg menempati Benteng Duurstede, benteng yang dibangun di abad XVII dan terletak di kota Saparua. Benteng ini dianggap sebagai simbol kelaliman pemerintah Belanda oleh rakyat setempat.

Saat mengadakan pertemuan tanggal 14 Mei 1817, para pemuda memutuskan untuk merebut Benteng Duurstede dan membunuh Residen Saparua, J. R. van den Berg. Berbekal pengetahuan militer yang mereka dapatkan saat menjadi milisi Inggris, Pattimura bersama rekan-rekannya semangat merencanakan penyerangan tersebut.

Penyerangan mereka berbuah kemenangan saat mereka berhasil merebut Benteng Duurstede dan terbunuhnya Berg dan istri, hanya anak kecil keluarga Berg yang selamat karena dilindungi Pattimura dan diserahkan ke pihak Belanda di kemudian hari.

Kejatuhan Benteng Duurstede tersebut memunculkan reaksi di kalangan pejabat Belanda di kota Ambon dan pimpinan militer di Ambon kemudian mengirim ekspedisi militer yang terdiri dari 300 prajurit pimpinan Mayor Beetjes dengan tujuan merebut kembali benteng. Rombongan pasukan yang dikirim tersebut tidaklah sendiri, namun dikawal dua kapal perang, Eversten dan Nassau.

Pattimura sudah mengetahui kedatangan pasukan Belanda tersebut dan menghadang mereka di bibir pantai saat pasukan ekspedisi tersebut mendarat. Penyergapan pasukan Pattimura tersebut memaksa pasukan ekspedisi mundur dan berniat melarikan diri. Namun perahu mereka telah hanyut hingga akhirnya mereka pun tidak berdaya, bahkan Mayor Beetjes pun tewas saat itu.

Pattimura pun kemudian memerintahkan semua raja atau kepala negeri Pulau Saparua dan Pulau Nusalaut di Haria untuk berkumpul. Pertemuan yang dihadiri 21 kepala desa tersebut merumuskan alasan mereka mesti melakukan perlawanan terhadap Belanda dalam suatu naskah yang terdiri dari 14 pasal.

Adapun isi naskah tersebut antara lain:

  • Munculnya desas desus para guru akan diberhentikan dengan alasan penghematan.
  • Niat Belanda untuk mengumpulkan para pemuda untuk dijadikan tentara dan ditugaskan ke luar Maluku.
  • Cara penggunaan uang kertas oleh Belanda yang dianggap curang dan tidak jujur.
  • Upah selama kerja rodi yang tidak pernah dibayar Belanda.
  • Tindakan sewenang-wenang yang dilakukan residen Belanda.
  • Kerja rodi yang memaksa membuat garam.
  • Dilakukannya cacah jiwa yang diduga berkaitan dengan niat mengirimkan para pemuda sebagai militer ke luar Maluku.
  • Rakyat yang sudah mendapat surat bebas kerja rodi masih tetap diwajibkan melakukan kerja rodi.
  • Sikap masa bodoh dan tidak acuh Residen atas berbagai keluhan yang diajukan rakyat.
  • Upah yang dianggap kurang saat mengantarkan berbagai surat resmi ke Seram.
  • Upah yang dianggap kurang saat mengantarkan berbagai surat resmi ke Ambon.
  • Kewajiban membuat garam dan ikan tanpa mendapat bayaran upah.
  • Kewajiban memelihara kebun pala dan kopi selain kebun cengkeh.

Sasaran perang Pattimura selanjutnya adalah merebut Benteng Zeelandia yang berada di Pulau Haruku dengan bantuan rakyat Haruku. Belanda yang mengetahui rencana Pattimura tersebut menjaga ketat benteng dengan berbagai upaya, seperti terus mengirim bala bantuan tentara serta menugaskan dua kapal perang yaitu De Zwaluw dan Iris dengan Groot sebagai komandan agar terus berpatroli di sekitar Haruku. Hal tersebut membuat Pattimura tidak pernah berhasil merebut benteng itu.

Belanda juga berusaha mengendalikan perlawanan di Saparua dengan mengadakan berbagai perundingan antara Groot dan para pemuda yang dipimpin Pattimura. Namun tidak tercapai kesepakatan hingga akhirnya Groot mengerahkan pasukan dengan tujuan merebut kembali Benteng Duurstede yang berakhir dengan keberhasilan Belanda merebut benteng itu tanggal 3 Agustus 1817.

Tindakan Groot selanjutnya adalah melakukan blokade ketat di sekitar Pulau Saparua dengan antara lain menghadang masuknya bahan makanan dari Seram yang menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat. Akan tetapi Belanda tetap belum berhasil menaklukkan rakyat Saparua yang terus gigih melakukan perlawanan.

Hal tersebut mendorong gubernur Ambon menyerahkan masalah itu pada Batavia yang kemudian memerintahkan Admiral A. A. Buyskes selaku panglima angkatan laut untuk pergi ke Ambon guna merebut kembali Pulau Saparua.

Sebelum berangkat ke Pulau Saparua, Buyskes singgah ke Ternate dan Tidore yang merupakan sekutu Belanda dan mendapatkan bantuan 20 kora-kora atau kapal perang beserta 1.500 pasukan. Dengan pasukan besarnya, Buyskes kemudian memblokade Saparua sejak pertengahan Oktober dan mulai mengerahkan pasukan untuk mendarat di sana sejak awal November.

Walaupun berbagai negeri di pulau Saparua tersebut terus melakukan perlawanan dengan gigih, namun satu per satu mulai jatuh ke tangan Belanda.

Perang Pattimura yang berlangsung selama kurang lebih 8 bulan itu menyebabkan jatuhnya korban ratusan jiwa tewas dan penangkapan Pattimura oleh pasukan Belanda saat dirinya diajak berunding oleh Belanda namun menolak.

Pada tanggal 16 Desember 1817, Pattimura dihukum gantung oleh Belanda di Benteng New Victoria yang berada di Ambon. Pattimura yang tidak kenal menyerah pun berucap bahwa walau Pattimura-Pattimura tua dihancurkan, namun kelak akan bangkit Pattimura-Pattimura muda. Demi menghormati serta mengenang jasa Pattimura dalam sejarah perang tersebut, pemerintah mengukuhkan dirinya sebagai Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan serta mengabadikan namanya menjadi nama Bandara dan juga nama Universitas.

Sekian bahasan singkat terkait sejarah perang Pattimura di Maluku. Semoga jasa-jasanya senantiasa dikenang serta diberikan penghormatan dan penghargaan selayaknya.

Hanung Jati Purbakusuma
Hanung Jati Purbakusumahttps://www.hobbymiliter.com/
Sangat tertarik dengan literatur dunia kemiliteran. Gemar mengkoleksi berbagai jenis miniatur alutsista, terutama yang bertipe diecast dengan skala 1/72. Koleksinya dari pesawat tempur hingga meriam artileri anti serangan udara, kebanyakan diecast skala 1/72.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Baca Juga

Prajurit VDV memasuki Il-76 untuk suatu operasi.

Vozdushno-Desantnye Vojska, Pasukan Linud Russia

0
HobbyMiliter.com - Vozdushno-Desantnye Vojska (VDV) alias Airborne Assault Troop merupakan unit Pasukan Linud Russia (airborne/air assault) di lingkungan Angkatan Bersenjata Russia. Posisi VDV sangatlah...