Latar Belakang G30SPKI: Puncak Pemberontakan Partai Komunis Indonesia – HobbyMiliter.com – Latar belakang G30SPKI diawali serangkaian penyebab yang akan dibahas di artikel ini. Peristiwa yang terjadi tanggal 30 September 1965 ini mengorbankan tujuh pejabat tinggi militer Indonesia dan beberapa korban jiwa lain. Mereka dibunuh dengan keji dalam upaya pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta menggulingkan pemerintahan Indonesia yang dituduhkan kepada para anggota Partai Komunis Indonesia atau PKI.
Peristiwa G30SPKI bukanlah satu-satunya upaya pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI. Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya tanggal 18 September 1948, PKI sempat memproklamasikan berdirinya Soviet Republik Indonesia di Madiun yang berada di bawah pimpinan Muso.
PKI, partai yang beranggotakan sampai 3,5 juta jiwa ditambah 3 juta dari pergerakan pemuda serta 9 juta anggota pergerakan serikat petani Barisan Tani Indonesia, dan juga pergerakan wanita atau Gerwani, organisasi penulis, artis dan pergerakan sarjana, merupakan partai komunis yang tersebar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Total anggota dan pendukungnya bisa melebihi 20 juta jiwa
Di kancah dunia politik Indonesia saat itu, ada tiga kekuatan besar yang berada di pemerintahan, yaitu Angkatan Darat, PKI serta Presiden. Dengan begitu kedudukan PKI setara atau bisa disamakan dengan Angkatan Darat, hingga PKI menganggap Angkatan Darat sebagai penghalang utama dalam mewujudkan cita-cita mendirikan negara Indonesia berlandaskan paham komunis.
Ketika itu ada tiga kekuatan besar dalam pemerintahan yaitu Angkatan Darat, PKI dan Presiden
Latar Belakang G30SPKI
Latar Belakang G30SPKI yang merupakan peristiwa pemberontakan yang didalangi PKI pada malam hari menjelang pagi di tanggal 30 September sampai 1 Oktober 1965, menelan korban sampai tujuh perwira tinggi militer Indonesia dan beberapa orang korban jiwa lain. Upaya kudeta terhadap pemerintahan Indonesia di bawah kekuasaan Presiden Soekarno ini antara lain karena PKI bertujuan mendirikan negara Indonesia berlandaskan paham komunisme.
Didukung dengan kondisi politik, sosial serta ekonomi Indonesia yang saat itu kurang baik, PKI pun meluaskan pengaruh mereka ke masyarakat kecil dengan menebar janji mereka akan mendapat kehidupan serta kesejahteraan yang lebih baik dari saat itu. Buaian janji PKI tersebut masuk ke telinga dan hati masyarakat kecil yang tidak memahami arti komunis sesungguhnya.
Sebelum peristiwa G30SPKI terjadi, sudah banyak pemberontakan lain sebagai latar belakang G30SPKI yang terjadi sejak pemberontakan PKI di tahun 1948 saat PKI di bawah pimpinan Muso memproklamasikan Soviet Republik Indonesia di Madiun. Walau pemberontakan tersebut berhasil diatasi TNI tanggal 30 September 1948, namun masih sering terjadi kekacauan akibat pemogokan berbagai organisasi di bawah PKI, berbagai aksi kekerasan dari ormas PKI yang terjadi di berbagai wilayah seluruh Indonesia dengan jargon politik bernada kekerasan seperti misalnya Ganyang Kabir, Ganyang Nekolim, Ganyang Tujuh Setan Kota dan berbagai jargon lainnya hingga puncak pemberontakan mereka yang dikenal dengan peristiwa G30SPKI.
Latar belakang G30SPKI sendiri diakibatkan beberapa peristiwa atau kondisi, seperti yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Kondisi Ekonomi Indonesia
Di masa Demokrasi Terpimpin ini, kondisi ekonomi masyarakat Indonesia tergolong sangat rendah hingga PKI pun kemudian menargetkan masyarakat kecil dan miskin sebagai target propaganda mereka. Inflasi perekonomian Indonesia yang mencapai 65% membuat harga makanan melambung sangat tinggi hingga mengakibatkan banyak rakyat yang kelaparan dan terpaksa mengantri demi mendapatkan berbagai kebutuhan pokok. Faktor penyebab kenaikan harga tersebut antara lain adalah keputusan Soeharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara sebesar 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tiongkok hingga mereka kabur meninggalkan Indonesia.
Pembentukan Angkatan Kelima
Dengan tujuan mendirikan negara komunis di Indonesia, PKI berusaha menghancurkan reputasi Angkatan Darat yang saat itu merupakan penghalang utama mereka dalam mencapai tujuan tersebut. Angkatan Darat di masa itu merupakan organisasi militer pejuang sekaligus pengemban tugas masyarakat, jadi punya peran juga dalam bidang politik serta ekonomi.
Terutama saat itu Angkatan Darat diberi tugas memimpin banyak perusahaan asing yang telah diambil alih pemerintah dengan alasan nasionalisasi. Kebijakan pemerintah tersebut ditentang PKI hingga mereka memberi julukan bagi para perwira Angkatan Darat dengan sebutan Kabir atau Kapitalis Birokrat.
Melihat kedudukan Angkatan Darat saat itu, PKI merasa kekuatan militer mereka masih belum sebanding. Karena itulah mereka menganggap penting untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai lengkap. Gagasan membentuk Angkatan Kelima ini berasal dari Menteri Luar Negeri Cina, Chou En-Lai saat mengunjungi Jakarta tahun 1965. Chou pun berjanji akan memasok 100 ribu senjata untuk Angkatan Kelima tersebut.
Para pemimpin PKI pun kemudian bermaksud mendesak pembentukan Angkatan Kelima itu guna memperkuat pertahanan. Namun Angkatan Darat bersama Laksamana Muda Martadinata mewakili Angkatan Laut menolak gagasan tersebut dan mengatakan hanya bisa menerimanya kalau Angkatan Kelima itu berada di bawah komando ABRI.
Konfrontasi Negara Malaysia
Sebagai negara federasi yang terbentuk tanggal 16 September 1963, Malaysia menjadi salah satu faktor penting dalam latar belakang G30SPKI. Hal tersebut disebabkan terjadinya konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia akibat penginjakan lambang Garuda oleh Perdana Menteri Malaysia Tunku Abdul Rahman saat terjadi demonstrasi anti Indonesia di Kuala Lumpur. Hal tersebut membuat Soekarno merasa geram dan murka hingga menyerukan balas dendam dengan slogan Ganyang Malaysia dan memerintahkan Angkatan Darat untuk melakukan pembalasan dendam tersebut.
Terdapat perpecahan internal dalam Angkatan Darat dalam menyikapi perintah tersebut, dimana Letjen Ahmad Yani keberatan karena beranggapan Malaysia masih mendapat bantuan Inggris sementara A. H. Nasution selaku Kepala Staf TNI AD menyetujui dengan alasan kuatir isu Malaysia dimanfaatkan PKI memperkuat posisinya di dunia politik Indonesia.
PKI pun memanfaatkan kesempatan itu dan memutuskan menjadi pendukung terbesar gerakan Ganyang Malaysia yang dilontarkan Soekarno dengan alasan Malaysia merupakan antek Inggris yang juga berarti antek nekolim. Motif mereka mendukung kebijakan Soekarno tidaklah sepenuhnya bersifat idealis, namun karena ingin memperkuat posisi mereka. Terutama dengan dukungan Partai Komunis sedunia dan adanya poros Jakarta-Beijing-Moskow-Pyongyang-Phnom Penh.
Perpecahan internal dalam Angkatan Darat membuat beberapa tentara yang kebanyakan dari Divisi Diponegoro merasa kesal dan kecewa serta memutuskan menjalin hubungan dengan anggota PKI. Tujuan mereka antara lain untuk membersihkan Angkatan Darat dari para jenderal petinggi yang takut akan Malaysia dan menolak seruan Ganyang Malaysia yang dilontarkan Soekarno.
Isu Seputar Masalah Tanah dan Pembagian Hasil
Peristiwa lain yang menjadi latar belakang G30SPKI adalah tidak berjalannya pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria atau UUPA dan Undang-undang Pokok Bagi Hasil atau UUBH yang sudah dikeluarkan sejak tahun 1960 oleh Panitia Agraria. Panitia Agraria sendiri sudah dibentuk sejak tahun 1948 dan terdiri dari wakil pemerintah dan wakil dari berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik masa tersebut.
Tidak berjalannya pelaksanaan kedua UU tersebut menimbulkan gesekan antara petani dan pemilik tanah yang takut terkena UUPA, dimana mereka turut melibatkan sebagian massa pendukung dengan backing aparat keamanan. Terkait gesekan tersebut, ada dua peristiwa menonjol, yaitu peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa Klaten yang dikatakan sebagai aksi sepihak dan dimanfaatkan sebagai alasan untuk membersihkannya oleh pihak militer.
Demikian paparan singkat terkait latar belakang G30SPKI, semoga peristiwa yang mengorbankan tujuh perwira tinggi militer Indonesia tersebut tidak terulang dan kedaulatan Republik Indonesia senantiasa terjaga dan dilindungi segenap masyarakat, entah kalangan militer, pemerintahan, maupun rakyat biasa.