HobbyMiliter.com – Ketika Hawk 209 TNI AU Digunakan Melawan GAM. Kisah ini terjadi di awal Operasi Militer Terpadu di Aceh, 2003. Dikawal empat Hawk 200 series Skadron Udara 12, penerjunan pasukan linud pada hari pertama dan kedua berlangsung sukses. Walau tidak satu pun peluru dimuntahkan, boleh jadi, operasi Ini membuktikan profesionalisme TNI AU. Hari pertama Hawk bergerak dua kali. Setelah mengawal penerjunan linud (air escort), Hawk diperintahkan segera kembali ke Medan untuk refuelling. Karena begitu selesai melakukan refuel, selanjutnya, Hawk 209 dengan callsign Sriti Flight harus mengawal pendaratan 1.300 Marinir di pantai Samalanga.
Subuh itu, tiga puluh menit setelah C-130 Hercules terakhir meninggalkan Lanud Polonia, Medan, empat BAe Hawk 209 TNI AU silih berganti lepas landas. Leader dipegang langsung oleh Komandan Skadron Udara 12 waktu itu, Mayor Pnb Henry Alfiandi. Sang komandan menerbangkan pesawat tempur Hawk 209 TT-0214. Berturut-turut tiga penerbang lainnya adalah Kapten Pnb Jorri Koloway (TT-0205), Kapten Pnb Arif Setiawan (TT-0212), dan Kapten Pnb Ahmad Daniel (TT-0213).
Pagi itu, mereka diperintahkan mengawal (air escort) operasi lintas udara di Lanud Sultan Iskandar Muda. Sekitar 468 personel Batalion Infanteri Linud 502 Kostrad pagi itu diterjunkan di lanud untuk mengamankan pangkalan sekaligus sebagai elemen kejutan bagi Operasi Militer lawan GAM. Selain Hawk, tiga OV-10 Bronco juga diterbangkan dari Medan. Sungguh crowded air traffic di sekitar Medan di pagi itu.
Kurang lebih satu jam kemudian, ke empat Hawk membuat manuver high speed run di atas lanud sasaran penerjunan. Beberapa detik di belakangnya, menyusul enam C-130 memuntahkan pasukan para. Operasi militer pemulihan keamanan di NAD pun dimulai.
Sementara penerjunan selesai dilakukan, Hawk bergegas kembali ke Medan untuk refuel. Selepas refuel yang dilakukan dengan sangat cepat, perintah kedua telah menunggu: melindungi pendaratan 1.300 personel PPRC Marinir di pantai Desa Teupin, Jalo. Pasukan pendarat berasal dari Batalion Tim Pendarat-1 Marinir, Surabaya.
Tapi sayang, operasi besar²an itu hanya untuk menumpas pemberontak yang muslim. Kalo pemberontakan Kristen di Papua aman² aja..??
Bukankah Pemberontak ya tetap pemberontak? Bukan kah kritikan tetap kritikan ? Jangan jadikan agama menjadi bagian akhir sebuah kritrikan
Republik Maluku Selatan itu “Kristen”, tapi ditumpas secara militer tuh? Korban OPM juga sesama rakyat Papua, masih inget gak penyanderaan satu desa di Papua oleh OPM, mereka “Kristen” tuh?
Jangan SARA bos. Biar gimanapun juga leluhur kita entah itu Muslim, Kristen, Hindu, Buddha semua sama-sama memperjuangkan negeri ini saat perang kemerdekaan melawan Agresi Militer Belanda. Untuk kepentingan bersama, bukan golongan.
Dan jangan samakan level GAM dengan OPM. Intensitas konflik bersenjata di Aceh lebih tinggi karena GAM lebih besar jumlahnya dan lebih lengkap persenjataannya, sementara di Papua OPM terbatas persenjataannya sebatas senjata rakitan. Percuma mengerahkan pesawat untuk target yang bahkan tidak kita ketahui konsentrasinya di mana.