Thursday, September 18, 2025
HomeBlog MiliterBiografiBiografi Bung Tomo, Orator Pertempuran 10 November 1945

Biografi Bung Tomo, Orator Pertempuran 10 November 1945

Biografi Bung Tomo, Orator Pertempuran 10 November 1945 – HobbyMiliter.com – Biografi Bung Tomo patut dikenang mengingat jasa serta perjuangannya dalam membangkitkan semangat rakyat melawan Belanda dalam pertempuran 10 November 1945 yang hingga saat ini diperingati sebagai Hari Pahlawan oleh bangsa Indonesia.

Biografi Bung Tomo

Bung Tomo yang memiliki nama asli Sutomo lahir pada tanggal 3 Oktober 1920 di Kampung Blauran yang merupakan pusat kota Surabaya, Jawa Timur. Bung Tomo merupakan putra Kartawan Tjiptowidjojo yang mengaku memiliki pertalian darah dengan pendamping dekat Pangeran Diponegoro. Sementara ibu Bung Tomo yang memiliki darah campuran Sunda, Jawa Tengah dan Madura, pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja serta menjadi anggota Sarekat Islam sebelum pindah ke Surabaya. Selain itu pernah juga menjadi distributor lokal perusahaan mesin jahit, Singer.

Keluarga Bung Tomo sangat menghargai pendidikan, pendidikan formal pertamanya adalah di Sekolah Rakyat di Surabaya yang dikenal dengan istilah Hollandsch Inlandsche School yang berbahasa pengantar bahasa Belanda. Sekolah ini dibangun khusus untuk anak dari golongan bangsawan, para tokoh terkemuka serta pegawai negeri hingga disebut sebagai Sekolah Bumiputera Belanda. Namun seiring perkembangan politik yang disertai gejolak sosial, sekolah tersebut akhirnya bisa dirasakan semua golongan.

Setelah tamat, Bung Tomo melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya di sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO yang setingkat dengan SMP. Sekolah tersebut didirikan pemerintah Belanda untuk orang Indonesia golongan atas, orang China, serta orang Eropa yang ada di Indonesia saat itu.

Seiring bertambahnya usia Bung Tomo yang juga disertai interaksinya dengan lingkungan sekitar, keberanian, kedewasaan serta nalar kritisnya juga semakin meningkat. Dibanding semua mata pelajaran yang dipelajari di sekolahnya, Bung Tomo menaruh minat khusus ke pelajaran ilmu sosial dan juga sejarah karena terkait dengan perjuangan serta keberadaan masyarakat pribumi.

Kemudian di usia 12 tahun, Bung Tomo memutuskan keluar dari MULO karena jenuh dengan sistem pendidikan di sekolah tersebut dan juga akibat krisis ekonomi yang melanda dunia saat itu membuatnya mesti bekerja untuk membantu orangtuanya.

Namun keluarga Bung Tomo yang menganggap unsur pendidikan sangat penting dalam proses kehidupan anak mereka, memasukkan Bung Tomo ke Hogere Burger School atau HBS yang merupakan sekolah lanjutan tingkat menengah di zaman kolonial Belanda tersebut. Apabila dibandingkan dengan jenjang pendidikan saat ini, HBS yang memiliki waktu pendidikan lima tahun setara dengan SMP dan SMA.

Saat menjalani pendidikan di HBS, Bung Tomo semakin menyadari adanya diskriminasi dalam sistem pendidikan kolonial Belanda dan bahwa penjajahan Belanda bukan cuma faktor fisik namun perbedaan sistem pendidikan.

Kegiatan belajar Bung Tomo menjadi terbengkalai yang mengakibatkan dirinya tercatat sebagai murid HBS yang tidak lulus secara resmi. Hal tersebut karena desakan orang tua Bung Tomo yang menginginkan anak mereka lulus dari HBS bagaimanapun caranya yang akhirnya menghasilkan kesepakatan dengan pihak sekolah. Bung Tomo diijinkan untuk menyelesaikan pendidikan di HBS dengan cara korespondensi hingga bisa dianggap lulus dari HBS walau secara tidak resmi. Namun hal tersebut memampukan Bung Tomo untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Walau Bung Tomo ingin berkonsentrasi dalam berbagai gerakan sosial kemasyarakatan, kepemudaan serta perjuangan membela bangsa dan negara, namun ayahnya memaksa Bung Tomo masuk perguruan tinggi.

Bung Tomo pun kemudian pada tahun 1959 tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia atas usulan keluarga. Kuliahnya baru selesai di tahun 1968 dengan penyusunan skripsi akibat intensitas serta keterlibatannya dalam berbagai gerakan perjuangan kemerdekaan. Adapun skripsi yang disusunnya diberi judul Pengaruh Agama pada Pembangunan Ekonomi di Daerah Pedesaan Indonesia dengan dosen pembimbing Prof. Dr. Selo Soemardjan. Karena faktor sulitnya mencari bahan serta data untuk skripsinya, Bung Tomo baru dinyatakan lulus pada tahun 1969.

Bung Tomo mengatakan ia memperoleh filsafat kepanduan yang disertai kesadaran nasionalis dari kakeknya dan juga Kepanduan Bangsa Indonesia atau KBI yang merupakan organisasi tempat Bung Tomo bergabung.

Prestasi yang berhasil diraih adalah dengan menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai tingkat Pandu Garuda di usia 17 tahun. Peringkat tersebut hanya berhasil diraih oleh tiga orang Indonesia sebelum pendudukan Jepang tahun 1942. Selain itu, Bung Tomo juga pernah merintis karir menjadi jurnalis yang sukses dan bergabung dengan berbagai organisasi politik dan sosial. Pada tahun 1944 Bung Tomo terpilih menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang merupakan organisasi disponsori Jepang.

Saat Surabaya diserang pasukan Inggris yang mendarat guna melawan tentara pendudukan Jepang dan membebaskan tawanan Eropa selama bulan Oktober dan November 1945, Bung Tomo memegang peran penting sebagai pemimpin yang menggerakkan serta membangkitkan semangat rakyat Surabaya untuk melakukan perlawanan.

Seruan pembukaan Bung Tomo dalam pidato penuh emosi yang disiarkan radio mengobarkan semangat juang demi tercapainya kemerdekaan Indonesia. Bung Tomo sendiri dikenal mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan para pemuda dan juga pejuang Indonesia karena Bung Tomo dengan lantangnya berani membakar semangat perjuangan para pemuda serta pejuang tersebut untuk bertempur sepenuh hati melawan pasukan sekutu.

Walau kekuatan para pemuda dan pejuang saat itu tidak seimbang dengan kekuatan pasukan sekutu dan berakhir dengan kekalahan, akan tetapi rakyat Surabaya berhasil memukul mundur pasukan Inggris hingga peristiwa pertempuran 10 November 1945 tersebut tercatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.

Setelah kemerdekaan Indonesia di tanggal 17 Agustus 1945, Bung Tomo kemudian mendirikan pabrik sabun dengan mengumpulkan uang iuran dari para tukang becak pada tahun 1950 di Surabaya. Pabrik sabun ini bertujuan untuk menolong tukang becak tersebut, namun kelanjutan ide pendirian pabrik sabun gagal tanpa adanya pertanggungjawaban keuangan.

Dengan berbekal pengalaman aktif berorganisasi saat masih muda, Bung Tomo kemudian terjun ke dunia politik dengan menduduki beberapa jabatan penting di pemerintahan, seperti Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata atau Veteran sekaligus sebagai Menteri Sosial Ad Interim saat era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap di periode 1955 hingga 1956 serta menjabat sebagai anggota DPR sebagai perwakilan Partai Rakyat Indonesia di periode 1956 hingga 1959. Akan tetapi Bung Tomo tidak merasa nyaman dan bahagia hingga akhirnya menyatakan mundur dan menghilang dari panggung politik.

Bung Tomo kemudian memilih kembali melanjutkan karirnya di dunia jurnalis. Akan tetapi Bung Tomo kembali muncul sebagai tokoh nasional di akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal pemerintahan Soeharto. Hingga akhirnya pada awal tahun 1970 Bung Tomo memutuskan kembali ke kancah dunia politik karena tidak sepaham dengan pemerintahan Orde Baru pimpinan Soeharto yang dianggapnya sudah melenceng dan mengkritik keras berbagai program Soeharto.

Akibat kritikannya tersebut, Bung Tomo kemudian ditahan pemerintah Indonesia pada tanggal 11 April 1978. Setelah ditahan di penjara selama satu tahun, Bung Tomo dilepaskan Soeharto dan tidak lagi memperlihatkan sikap vokalnya terhadap pemerintahan. Saat itu Bung Tomo walau masih tetap menunjukkan minat pada berbagai masalah politik namun memutuskan tidak aktif dalam dunia politik lagi dan menyatakan dirinya lebih memilih untuk konsentrasi pada keluarganya.

Walau Bung Tomo sangat bersungguh-sungguh menjalani kehidupan imannya, namun tidak menganggap dirinya adalah Muslim yang saleh maupun sebagai calon pembaharu di dalam agama Islam.

Kemudian pada tanggal 7 Oktober 1981 khalayak ramai dikejutkan akibat tersiarnya pemberitaan bahwa Bung Tomo meninggal dunia di Padang Arafah saat sedang menunaikan ibadah haji. Jenazah Bung Tomo yang meninggal di usia 61 tahun kemudian dipulangkan kembali ke tanah air, hal tersebut berbeda dengan tradisi memakamkan jemaah haji yang meninggal dalam ziarah ke tanah suci di Mekkah. Bung Tomo pun dimakamkan bukan di Taman Makam Pahlawan, namun di Tempat Pemakaman Umum Ngagel yang berlokasi di Surabaya sesuai permintaannya saat masih hidup.

Sepeninggal Bung Tomo, muncul banyak polemik yang mengatakan Bung Tomo layak diberi tanda jasa gelar Pahlawan Nasional mengingat jasanya dalam membakar semangat juang para pemuda dan pejuang Surabaya. Akhirnya setelah desakan Gerakan Pemuda Ansor dan Fraksi Partai Golkar tanggal 9 November 2007, Bung Tomo diberikan gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan tersebut disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu saat itu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta.

Sekian artikel singkat yang berisikan informasi terkait biografi Bung Tomo. Semoga jasa dan perjuangannya dalam upaya meraih kemerdekaan Indonesia tidak akan dilupakan serta terus dihargai oleh para generasi penerus bangsa Indonesia, saat ini maupun di masa yang akan datang.

Hanung Jati Purbakusuma
Hanung Jati Purbakusumahttps://www.hobbymiliter.com/
Sangat tertarik dengan literatur dunia kemiliteran. Gemar mengkoleksi berbagai jenis miniatur alutsista, terutama yang bertipe diecast dengan skala 1/72. Koleksinya dari pesawat tempur hingga meriam artileri anti serangan udara, kebanyakan diecast skala 1/72.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Baca Juga

AMPV at AUSA 2016

BAE Systems Siapkan Kendaraan Tempur AMPV Pertama Untuk Tentara Amerika Serikat

0
HobbyMiliter.com - BAE System telah menyiapkan unit pertama dari 29 unit kendaraan tempur Armored Multi-Purpose Vehicle atau AMPV pesanan Angkatan Darat Amerika Serikat. Prosesi penyerahan...