Tuesday, October 14, 2025
HomeMiliterAnalisis MiliterTantangan Pemilikan Kapal Induk TNI AL

Tantangan Pemilikan Kapal Induk TNI AL

Baru-baru ini muncul laporan bahwa Indonesia mempertimbangkan akuisisi kapal induk bekas Italia, khususnya ITS Giuseppe Garibaldi, setelah kapal tersebut resmi dipensiunkan Oktober 2024, untuk menjadi kapal induk TNI AL yang pertama.

Tantangan Pemilikan Kapal Induk TNI AL

Kapal ini bukan kapal induk besar seperti Nimitz. Panjangnya kira-kira 180an meter, sekitar setengah panjang kapal induk AS generasi terbaru, dan berat kapal ini jauh lebih kecil. Kapal induk entry level.

Pernyataan Panglima TNI AL menyebut bahwa kapal induk TNI AL ini nantinya akan digunakan terutama untuk operasi non-perang, meskipun opsi penggunaan untuk operasi militer tetap terbuka.

Jika benar dilaksanakan, Indonesia akan menjadi satu dari sedikit negara ASEAN (selain Thailand) yang mempunyai kapal induk. Tapi itu bukan sekadar membeli kapal bekas, kita akan menanggung beban pemeliharaan, upgrade, suku cadang, pelatihan awak, dan risiko teknis besar. Belum lagi untuk urusan BBM, yang untuk kapal kapal eksisting saja, TNI AL masih berhutang ke Pertamina. Pinjam dulu seliter.

Dari kasus Stennis, kita melihat bahwa bahkan negara dengan kapasitas industri tinggi bisa tertatih memelihara kapal induk. Penundaan karena komponen rusak, kekurangan tenaga dan suku cadang, serta masalah industri menjadi hambatan nyata.

Dari kasus Kuznetsov, kita pelajari bahwa satu kapal induk saja bisa menjadi beban yang terlalu berat jika nggak didukung sistem galangan nasional, dan anggarannya. Kini Rusia bahkan mempertimbangkan untuk menghentikan proyeknya karena nggak sepadan dengan biaya dan risiko.

Kombinasi itu memberi pelajaran: jangan anggap ringan tugas memelihara kapal induk, apalagi jika industri pendukung masih lemah. Tantangannya banyak, pakai banget!

Tantangan untuk Indonesia dalam pengoperasian kapal induk antara lain tantangan infrastruktur galangan & dry dock. Kapal induk memerlukan dock besar dan panjang, fasilitas overhaul lanjutan, dan kemampuan SDM yang nggak dimiliki banyak negara.

Tantangan Pemilikan Kapal Induk TNI AL

Tantangan di suku cadang & teknologi. Suku cadang mesin, sistem kelistrikan, sistem senjata, sistem pendukung deck semua harus tersedia. Bila bergantung impor, potensi penundaan pengiriman atau bahkan embargo muncul. Terlebih mengingat kapal ini merupakan produksi 30 tahun yang lalu, mungkin saja banyak sistem yang sudah nggak ada sparepartnya, karena sudah obsolete atau developer softwarenya sudah nggak ada.

Tantangan biaya operasional. kapal induk mengonsumsi banyak bahan bakar, menghabiskan banyak waktu maintenance, dan perlu awak besar, yang artinya adalah beban biaya personel, pemeliharaan, pelatihan, bahan bakar, sistem pendukung lainnya, semuanya mahal.

Terakhir, tantangan stigma pemanfaatan tempur vs simbol. Jangan sampai nanti kapal induk hanya jadi pajangan (tanpa pesawat tempur modern, tanpa kapal kapal pengawal) maka fungsinya sangat terbatas. Sejenis dengan yang terjadi dengan kapal induk Thailand, HTMS Chakri Naruebet (911).

Mimpi memiliki kapal induk bisa sangat menggoda: simbol kebesaran dan kejayaan kekuatan maritim, alat proyeksi kekuatan laut, menambah kekuatan diplomatik. Namun kenyataannya, memelihara dan mengoperasikan kapal induk itu sangat mahal dan sangat kompleks yang kita tau, bahkan kekuatan besar pun kesulitan.

Indonesia yang sedang mempertimbangkan kapal induk eks Italia harus menyadari bahwa tantangan lebih besar daripada sekadar biaya pembelian. Infrastruktur, industri pendukung, teknologi, suku cadang, dan kesiapan strategis harus persiapkan secara matang.

Kalau nantinya kapal induk itu benar-benar dimiliki, semoga bukan hanya menjadi simbol megah di pelabuhan, melainkan bintang yang benar-benar bisa berlayar mengarungi laut Nusantara dan bahkan lebih, sesuai fungsi asasinya: power projection.

Hanung Jati Purbakusuma
Hanung Jati Purbakusumahttps://www.hobbymiliter.com/
Sangat tertarik dengan literatur dunia kemiliteran. Gemar mengkoleksi berbagai jenis miniatur alutsista, terutama yang bertipe diecast dengan skala 1/72. Koleksinya dari pesawat tempur hingga meriam artileri anti serangan udara, kebanyakan diecast skala 1/72.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Baca Juga

Menolak Pensiun, MiG-21 Lancer AU Rumania Kembali Terbang

Menolak Pensiun, MiG-21 Lancer AU Rumania Kembali Terbang

0
Menolak Pensiun, MiG-21 Lancer AU Rumania Kembali Terbang - Hobbymiliter.com – Pemerintah Rumania mengumumkan bahwa Angkatan Udara mereka akan kembali menerbangkan pesawat jet tempur...