Mistura menambahkan, “Kami sedang menunggu (pemerintah Suriah) untuk mengeluarkan (izin) secepatnya supaya kami dapat memanfaatkan momen ketenangan ini, untuk memastikan bahwa konvoi bantuan dapat mulai bergerak tidak hanya di Aleppo timur, di Aleppo barat, namun juga di tempat-tempat lain.”
Sementara itu, lembaga Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang bermarkas di London mengatakan pihaknya tidak menerima laporan sama sekali mengenai militan ataupun warga sipil yang terbunuh di area yang menerapkan gencatan senjata.
“Sejauh ini, inilah pemberlakuan gencatan senjata yang paling sukses di negara tersebut,” kata perwakilan SOHR, Rami Abdulrahman.
Aturan gencatan senjata ini tentu saja tidak mengikutsertakan kelompok teroris seperti Daesh (ISIS) dan Jabhat Fateh al-Sham, yang dulunya dikenal dengan nama Front al-Nusra sebelum memutus ikatan dengan kelompom al-Qaeda pada Juli silam.
Perjanjian senjata tersebut diterima oleh pemerintah Bashar al-Assad. Kelompok pemberontak (oposisi), meskipun merasa perjanjian tersebut lebih menguntungkan pihak Assad, tetap menerimanya.
Rusia dan pemerintah Suriah mengatakan pihaknya sangat menghormati aturan gencatan senjata tersebut, namun menuduh kelompok pemberontak telah melanggarnya sebanyak 23 kali.