Thursday, September 18, 2025
HomeBlog MiliterBiografiBiografi Pangeran Diponegoro Melawan Belanda Dalam Perang Jawa

Biografi Pangeran Diponegoro Melawan Belanda Dalam Perang Jawa

Biografi Pangeran Diponegoro Melawan Belanda Dalam Perang Jawa – HobbyMiliter.com – Biografi Pangeran Diponegoro bermula saat beliau lahir tanggal 11 November 1785 di Ngayogyakarta Hadiningrat dan berakhir saat tutup usia di umur 69 tahun pada tanggal 8 Januari 1855 di Makassar.

Sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, Pangeran Diponegoro berjasa saat memimpin Perang Jawa atau lebih dikenal dengan sebutan Perang Diponegoro melawan pemerintah Belanda yang berlangsung dari tahun 1825 sampai 1830 dan tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai perang dengan korban terbanyak, yaitu 8.000 korban serdadu Belanda, 200 ribu orang Jawa, 7.000 pribumi, serta kerugian materi yang mencapai 25 juta Gulden.

Biografi Pangeran Diponegoro

Bernama Bendara Raden Mas Mustahar saat lahir, Diponegoro merupakan putra dari pasangan Gusti Raden Mas Suraja yang nantinya naik tahta dengan gelar Hamengkubuwana III dan istrinya R. A. Mangkarawati yang merupakan seorang selir atau garwa ampeyan.

Nama yang diberikan saat lahir tersebut kemudian diubah menjadi Bendara Raden Mas Antawirya, sementara nama Islam Diponegoro sendiri adalah Ngabdul Kamid. Saat sang ayah naik tahta, Diponegoro kemudian diwisuda sebagai pangeran dan diberi nama Bendara Pangeran Harya Dipanegara.

Beranjak dewasa, Pangeran Diponegoro merupakan pribadi cerdas, suka membaca, serta ahli dalam bidang hukum Islam-Jawa dan lebih tertarik pada berbagai masalah keagamaan ketimbang pemerintahan keraton. Karena itulah beliau menolak keinginan sang ayah untuk naik tahta dan menjadi raja dengan berdalih bahwa ibunya bukanlah seorang istri permaisuri melainkan hanya selir hingga dirinya tidak layak untuk menjadi seorang raja.

Pangeran Diponegoro kemudian memutuskan untuk tinggal di Tegalrejo di kediaman Gusti Kanjeng Ratu Tegalrejo yang merupakan permaisuri dari Sultan Hamengkubuwana agar bisa lebih dekat dengan rakyat.

Saat dirinya ditunjuk sebagai salah satu anggota perwalian mendampingi Sultan Hamengkubuwana V yang baru berumur 3 tahun, Pangeran Diponegoro sering bertentangan dengan cara Patih Danurejo dan Residen Belanda dalam mengendalikan pemerintahan keraton mewakili Sultan Hamengkubuwana V.

Aktivitas yang disukai Pangeran Diponegoro untuk menghabiskan waktu luangnya adalah melinting sirih dan rokok sigaret Jawa, mengoleksi emas serta berkebun. Tidaklah heran kalau di tempat persemediannya di Selarong dan Selorejo dia memiliki kebun yang ditanami berbagai sayur, bunga, buah serta dilengkapi dengan ikan, kura-kura, burung tekukur, buaya bahkan harimau. Selain itu Pangeran Diponegoro juga suka menikmati roti bakar dan kentang Belanda dan memakannya dengan cara mencampur dengan sambal serta keripik singkong.

Salah satu kepribadiannya menurut beberapa sumber di biografi Pangeran Diponegoro, beliau termasuk pria romantis yang paling tidak sudah pernah menikah hingga sembilan kali dalam hidupnya. Pernikahannya pertama adalah saat beliau berumur 27 tahun dengan Raden Ayu Retno Madubrongto yang berkarir sebagai guru agama dan merupakan putri kedua Kyai Gedhe Dadapan dan dikaruniai seorang putra bernama Putra Diponegoro II.

Pernikahannya yang kedua adalah atas permintaan Sultan Hamengkubuwono III dan diadakan pada tanggal 27 Februari 1807. Istri keduanya tersebut bernama Raden Ajeng Supadmi yang merupakan putri bupati Panolan Jipang, Kesultanan Yogyakarta yang bernama Raden Tumenggung Natawijaya III. Namun mereka bercerai tiga tahun setelah menikah dan dikaruniakan seorang putra bernama Pangeran Diponingrat yang menurut Putra Diponegoro II memiliki sifat arogan.

Pada tahun 1808 Pangeran Diponegoro kembali menikah untuk ketiga kalinya dengan putri Kyai di wilayah selatan Yogyakarta bernama R. A. Retnawati. Saat Pangeran Diponegoro masih tinggal di Tegalrejo, istri pertama dan ketiganya meninggal dunia hingga beliau kemudian memutuskan menikah kembali untuk keempat kalinya dengan Raden Ayu Citrawati yang merupakan putri Raden Tumenggung Rangga Prawirasentika dengan salah satu selirnya pada tahun 1810. Tidak lama setelah melahirkan putra mereka, istri keempat Pangeran Diponegoro meninggal akibat kerusuhan di Madiun. Karena itulah putranya yang diberi nama samaran Singlon tersebut diserahkan ke Ki Tembi untuk diasuhnya. Di kemudian hari putranya tersebut terkenal dengan nama Raden Mas Singlon.

Setelah kurang lebih empat tahun menduda, Pangeran Diponegoro menikah untuk kelima kalinya pada tanggal 28 September 1814 dengan Raden Ayu Maduretno seorang putri dari pasangan Raden Rangga Prawirodirjo III dan Ratu Maduretna yang merupakan putri Hamengkubuwono II. Istri kelimanya tersebut masih memiliki pertalian darah dengan Sentot Prawirodirdjo, yaitu merupakan saudara seayah nam

Pada tanggal 18 Februari 1828, saat Pangeran Diponegoro dinobatkan sebagai Sultan Abdulhamid, sang istri Raden Ayu Maduretno diangkat menjadi permaisuri dan diberi gelar Kanjeng Ratu Kedaton I. Pernikahan Pangeran Diponegoro keenam adalah dengan Raden Ayu Retnoningrum yang merupakan putri Pangeran Penengah atau Dipawiyana II dan yang ketujuh dengan Raden Ayu Retnaningsih seorang putri Bupati Jipang Kepadhangan yang bernama Raden Tumenggung Sumaprawira. Sementara pernikahannya yang kedelapan adalah dengan putri Kyai Guru Kasongan yang bernama R. A. Retna Kumala.

Pernikahannya yang terakhir adalah dengan perempuan asal dari Wajo, Makassar yang bernama lengkap Syarifah Fatimah Wajo binti Datuk Husain bin Datuk Ahmad bin Datuk Abdullah bin Datuk Thahir bin Datuk Thayyib bin Datuk Ibrahim bin Datuk Qasim bin Datuk Muhammad bin Datuk Nakhoda Ali bin Husain Jamaluddin Asghar bin Husain Jamaluddin Akhbar. Istri kesembilan Pangeran Diponegoro merupakan putri Datuk Husain yang dimakamkan di Makassar.

Total keturunan Pangeran Diponegoro dari kesembilan pernikahannya tersebut berjumlah 12 putra dan 5 putri yang hidup tersebar di seluruh penjuru dunia, termasuk Jawa, Madura, Maluku, Sulawesi, Australia, Serbia, Belanda, Jerman, serta Arab Saudi.

Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pemimpin perang Jawa atau Perang Diponegoro yang berlangsung dari 1825 hingga 1830. Awal mulanya Pangeran Diponegoro memutuskan untuk berperang melawan Belanda adalah karena keputusan serta tindakan Belanda yang memasang patok di atas lahan miliknya di Desa Tegalrejo disertai dengan perlakuan pemerintah Belanda yang dianggap tidak menghargai adat istiadat setempat serta eksploitasi yang berlebihan pada rakyat dengan menetapkan pajak yang tinggi.

Dengan begitu bisa dikatakan tujuan Perang Diponegoro adalah untuk melepaskan penderitaan rakyat miskin dari sistem pajak pemerintah Belanda serta membebaskan istana dari madat. Berbeda dengan beberapa literatur yang ditulis Hindia Belanda yang menyebutkan bahwa penyebab perlawanan Pangeran Diponegoro adalah akibat sakit hati dirinya ditolak menjadi raja oleh pemerintah Belanda, seperti yang diuraikan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Wardiman Djojonegoro.

Perlawanan Pangeran Diponegoro ini dilakukan secara terbuka hingga mendapat dukungan serta simpati rakyat. Kemudian beliau menyingkir dari Tegalrejo serta membangun markas di Gua Selarong atas saran dari pamannya yaitu GPH Mangkubumi.

Pangeran Diponegoro menyebutkan perlawanan yang dilakukannya tersebut sebagai perang sabil yaitu perang melawan kaum kafir yang kemudian meluas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Medan pertempuran dari Perang Diponegoro itu sendiri meliputi Yogyakarta, Kedu, Surakarta, Bagelen, hingga beberapa daerah seperti Wonosobo, Banyumas, Weleri, Tegal, Pekalongan, Demak, Semarang, Purwodadi, Kudus, Magelang, Pacitan, Kediri, Parakan, Tuban, Brojonegoro serta Surabaya.

Pangeran Diponegoro membagi pasukannya menjadi beberapa batalyon dengan nama berbeda-beda serta diperlengkapi dengan senjata api dan peluru yang dibuat di hutan. Bersama para panglimanya, Pangeran Diponegoro menerapkan strategi perang gerilya yang senantiasa berpindah-pindah. Pasukan Belanda seringkali menemukan markas Pangeran Diponegoro kosong saat menyerang, dan Pangeran Diponegoro beserta pasukan baru kembali ke Selarong setelah pasukan Belanda meninggalkan markas mereka.

Strategi lain yang dipakai para senopati Pangeran Diponegoro adalah dengan memakai kondisi alam sebagai senjata serta tameng pertahanan mereka yang tidak terkalahkan. Strategi tersebut melibatkan penyerangan besar-besaran saat bulan musim penghujan yang membuat pasukan Belanda terhambat. Selain itu ancaman kondisi alam lain adalah penyakit malaria, disentri dan lainnya yang diderita pasukan Belanda hingga melemahkan kondisi fisik serta mental dan moral mereka, bahkan bisa sampai merenggut nyawa.

Perlawanan sengit tersebut memaksa para gubernur pemerintah Belanda melakukan berbagai upaya agar bisa berunding serta melakukan gencatan senjata. Saat gencatan senjata terjadi, Belanda memanfaatkan situasi dan menyebar mata-mata serta provokator di desa serta kota guna memecah belah dan menghasut serta menekan para anggota keluarga pangeran dan pemimpin perjuangan pimpinan Pangeran Diponegoro.

Namun rakyat tidak bergeming dan tetap teguh memberikan dukungan serta simpati mereka. Terbukti dengan mudahnya Pangeran Diponegoro beserta pasukan untuk berpindah-pindah markas serta mendapat pasokan logistik. Hal tersebut juga didukung dengan kecepatan serta kelincahan disertai semangat perang Sabilillah pasukan pimpinan Pangeran Diponegoro tersebut.

Beberapa tokoh kharismatik yang bergabung dengan pasukan Diponegoro sebagai panglima perang antara lain adalah Kyai Madja, Raden Tumenggung Prawirodigdaya, SISKS Pakubuwono VI, Sentot Ali Basya Abdul Prawirodirdjo serta Kerta Pengalasan. Selain itu anggota keluarga Pangeran Diponegoro juga turut membantu seperti putranya Bagus Singlon atau Ki Sodewo yang melakukan peperangan di Kulonprogo dan Bagelen. Tidak ketinggalan dukungan dari para ulama seperti Kyai Imam Rafi’i dari Bagelen, Kyai Imam Nawawi dari Purwokerto, Kyai Hasan Bashori dari Banyumas, dan beberapa kyai lainnya.

Anggota pasukan Pangeran Diponegoro selain panglima perang adalah para pendamping yang disebut punakawan dan memiliki peran bergantian sebagai abdi pengiring, guru, penasihat, peracik obat, pembanyot, bahkan hingga penafsir mimpi. Beberapa diantaranya adalah Djoyosuroto, Banteng Wareng, Sahiman, Kasimun, serta Teplak.

Pemerintah Belanda pun tidak tinggal diam dan mengerahkan senjata andalan mereka dalam pertempuran frontal, yaitu pengerahan berbagai jenis pasukan, mulai dari infanteri, kavaleri hingga artileri.

Saat puncak peperangan berlangsung di tahun 1827, Belanda mengerahkan sampai lebih dari 23.000 serdadu. Kalau dilihat dari sudut pandang militer, perang ini merupakan perang pertama yang melibatkan semua metode perang modern, entah itu metode perang terbuka atau open warfare, maupun metode perang gerilya atau guerilla warfare dan diperlengkapi taktik perang urat syaraf atau psywar dan .berbagai kegiatan telik sandi atau spionase.

Belanda bahkan menggelar sayembara dengan mengeluarkan maklumat pada tanggal 21 September 1829 yang menyebutkan bahwa siapapun yang menangkap Pangeran Diponegoro, entah dalam keadaan hidup maupun mati, akan diberikan hadiah sebesar 50.000 Gulden yang disertai juga dengan tanah serta penghormatan.

Pada tahun 1827 saat Gubernur Jenderal De Kock diangkat menjadi panglima Belanda, terjadi perubahan strategi dengan memakai strategi perbentengan atau Benteng Stelsel yang membatasi ruang gerak serta perang gerilya pasukan Pangeran Diponegoro. Strategi tersebut melibatkan pembangunan benteng berkawat duri saat pasukan Belanda berhasil merebut daerah kekuasaan pasukan Pangeran Diponegoro dan menghubungkan jarak antara benteng yang berdekatan dengan pasukan gerak cepat.

Menjelang akhir tahun 1828, perlawanan Pangeran Diponegoro kian melemah seiring penangkapan Kyai Madja selaku pemimpin spiritual pemberontakan mereka, disusul dengan penangkapan Sentot Prawirodirjo beserta pasukan di tanggal 16 Oktober 1828. Dan dilanjutkan dengan penangkapan istri Pangeran Diponegoro, R. A. Ratnaningsih dan putranya di tahun 14 Oktober 1829.

Kemudian selama bulan Ramadhan dari 25 Februari sampai 27 Maret 1830, Pangeran Diponegoro bertemu beberapa kali dengan De Kock di Magelang. Pada tanggal 25 Maret 1830, De Kock memberi perintah rahasia pada Letnan Kolonel Louis du Perron dan Mayor A. V. Michels untuk mempersiapkan militer guna menangkap Pangeran Diponegoro.

Hingga pada akhirnya bertepatan dengan Hari Idul Fitri yang jatuh tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock yang didampingi Residen Kedu Valck, Letkol Roest, Mayor F. V. H. A. de Stuers serta penerjemah bahasa Jawa, Kapten J. J, Roefs menemui Pangeran Diponegoro yang ditemani ketiga putranya, penasihat agama, dua punakawan, serta panglima Basah Kertanegara. Setelah perdebatan sengit Pangeran Diponegoro bersedia menyerahkan diri namun dengan syarat sisa anggota pasukannya dilepaskan.

Menurut biografi, Pangeran Diponegoro pun kemudian diasingkan ke Gedung Karesidenan Semarang di Unggalan dan setelah itu dibawa ke Batavia pada tanggal 5 April 1830 dengan memakai kapal Pollux dan tiba tanggal 11 April 1830. Sejak itu hingga tanggal 30 April 1830, Pangeran Diponegoro ditawan di Stadhuis yang kini dikenal sebagai Gedung Museum Fatahilah. Setelah itu beliau diasingkan ke Manado tanggal 3 Mei 1830 dan ditawan di Benteng Amsterdam bersama istri keenam, Tumenggung Dipasena dan istri beserta pengikut lain seperti Kertalaksana, Nyai Sotaruno, dan Banteng Wereng. Pada tahun 1834 Pangeran Diponegoro dipindahkan ke Makassar dan ditawan di sana hingga tutup usia pada tanggal 8 Januari 1855 di Benteng Rotterdam.

Demikianlah biografi Pangeran Diponegoro, semoga semangat perjuangannya melawan pemerintah Belanda bisa menginspirasi generasi penerus agar tetap semangat dalam menjalani kehidupan mereka.

Hanung Jati Purbakusuma
Hanung Jati Purbakusumahttps://www.hobbymiliter.com/
Sangat tertarik dengan literatur dunia kemiliteran. Gemar mengkoleksi berbagai jenis miniatur alutsista, terutama yang bertipe diecast dengan skala 1/72. Koleksinya dari pesawat tempur hingga meriam artileri anti serangan udara, kebanyakan diecast skala 1/72.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Baca Juga

Loyal Wingman Australia Resmi Dinamai MQ-28A Ghost Bat

Loyal Wingman Australia Resmi Dinamai MQ-28A Ghost Bat

0
Hobbymiliter.com – Pemerintah Australia melalui Menteri Pertahanan Australia, Peter Dutton, secara resmi memberi nama designasi MQ-28A Ghost Bat pada unit pesawat tempur tanpa awak...