Foto – Foto Dokumentasi Pendudukan Tentara Soviet di Perang Afghanistan Era 80-an – HobbyMiliter.com. Perang Soviet di Afghanistan berlangsung selama lebih dari sembilan tahun. Dimulai dari serangan Soviet pada Desember 1979 hingga bulan Februari 1989 ketika Soviet menarik mundur tentaranya dari tanah Afganistan.
Gerilyawan Afghanistan yang lebih dikenal secara kolektif sebagai mujahidin, bersama kelompok perlawanan kecil kecil seperti gerilyawan Maoist dukungan China, berperang melawan tentara pendudukan Soviet dan tentara negara boneka Soviet Republik Demokratik Afghanistan yang dibentuk oleh Soviet begitu menguasai ibu kota.
Para mujahidin ini mendapatkan dukungan dari Arab Saudi, Pakistan dan Amerika Serikat. Bantuan dana, personel, pelatihan militer dan senjata kepada gerilyawan Mujahidin dari Amerika Serikat membuat perang ini menjadi perang proxy antara Amerika vs Soviet ditengah perang dingin berlangsung.
Diestimasikan oleh para ahli, sekitar 500.000 hingga 2.000.000 penduduk sipil menjadi korban perang ini, dan lebih dari jutaan menjadi pengungsi dinegara orang, terutama Pakistan dan Iran.
Perang ini bermula ketika Partai Komunis Afghanistan melakukan kudeta di tahun 1978. Setelah mengambil alih kekuasaan, Partai Komunis Afghanistan melakukan perombakan besar besaran secara radikal yang dipaksakan terhadap nyaris semua sendi kehidupan rakyat Afghanistan.
Hal ini mengakibatkan keresahan dan ketidakstabilan terutama di daerah pedesaan dan pedalaman yang masih menganut nilai nilai tradisional. Kekejaman rejim baru yang menekan oposisi dengan keras termasuk melakukan eksekusi massal terhadap ribuan tahanan politik, memunculkan banyak gerombolan bersenjata anti pemerintah, dan pada awal 1979, berubah menjadi pemberontakan bersenjata sekala besar.
Di dalam tubuh Partai Komunis Afghanistan sendiri juga terjadi pergolakan internal. Pada bulan September 1979 Presiden Afghanistan Nur Mohammad Taraki, dibunuh atas perintah Wakil Presiden Hafizullah Amin, yang menjadikan Uni Soviet sebagai negara pelindungnya murka. Alhasil pemerintah Uni Soviet dibawah Leonid Brezhnev, memutuskan untuk mengirim pasukan ke Afghanistan pada 24 Desember 1979. Angkatan Darat ke 40 Uni Soviet tiba di Kabul, membunuh Presiden Hafizullah Amin dan menaikan Babrak Karmal sebagai Presiden Afghanistan yang baru.
Manuver pasukan Uni Soviet ke Afghanistan ini disebut oleh negara negara barat dan media mainstream sebagai invasi dan menimbulkan prostes keras dari negara negara tetangga Afghanistan.
Segera, di bulan Januari 1980, menteri luar negeri dari 34 negara anggota Organisasi Konfrensi Islam (OKI) mengeluarkan resolusi yang menuntut penarikan mundur tentara Soviet dengan tanpa syarat dan segera dari Afghanistan, namun Soviet tidak mengacuhkannya.
Gerilyawan Mujahidin mulai menerima sejumlah besar bantuan dalam bentuk makanan, uang, senjata dan pelatihan di Pakistan dan China yang sebagian besar dibiayai oleh Amerika Serikat dan negara negara teluk.
Badan Intelijen Amerika (CIA) memainkan peran dengan membiayai operasi operasi militer yang didesain untuk membuat Soviet frustasi atas invasinya ke Afghanistan. Dengan bekerja sama dengan badan intelijen Pakistan, Amerika menyuplai amunisi, perlengkapan, alat komunikasi dan hingga rudal anti pesawat Stinger.
Pada akhirnya, dengan gerilya yang berlangsung, pasukan Uni Soviet hanya menduduki kota kota besar dan jalan penghubung utama, sedangkan gerilyawan mujahidin menguasai daerah pedesaan dan pedalaman Afghanistan.
Uni Soviet banyak mengandalkan kekuatan udara untuk menghadapi gerilyawan. Di Afghanistan inilah pesawat serang darat Sukhoi Su-25 Frogfoot diuji coba secara langsung di medan perang. Begitu juga dengan helikopter serbu Mil Mi-24 Hind. Helikopter ini menjadi tulang pungung Uni Soviet dalam men-deploy tim pasukan khusus Spetnatz ketika memburu gerilyawan ke desa desa.
Dan dengan firepower besar yang dimilikinya, Uni Soviet juga menggunakan Mil Mi-24 Hind secara efektif untuk menghancurkan desa desa yang melindungi mujahidin, menghancurkan infrastruktur irigasi dan pertanian dan menggelar jutaan ranjau darat dengan tujuan melemahkan perlawanan gerilyawan mujahidin Afghanistan.
Mulai tahun 1986, CIA mengirimkan sejumlah rudal Stinger ke Pakistan, mengadakan pelatihan operator bagi gerilyawan mujahidin, kemudian dengan bantuan intelijen Pakistan mengirimkannya ke Afghanistan. Dengan adanya rudal anti pesawat di tangan gerilyawan mujahidin Afghanistan, peta pertarungan pun berubah.
Helikopter serbu dan pesawat serang darat Uni Soviet yang sering meluluhlantakkan desa desa pun mulai berjatuhan. Konon, ada data yang menyatakan bahwa stinger di tangan gerilyawan mujahidin memiliki efektifitas diatas 70%, dan mempunyai skor kill sekitar 350 pesawat dari berbagai jenis, utamanya helikopter dan pesawat serang darat yang terbang di ketinggian rendah.
Namun, menurut catatan resmi pemerintah Uni Soviet sendiri, hanya ada 35 pesawat dan 63 helikopter yang mengalami total lost selama periode 1987 – 1988.
Di Indonesia, Presiden Suharto sendiri waktu itu memerintahkan Benny Murdani untuk mencari cara membantu para mujahidin Afghanistan sebagai salah satu bentuk solidaritas. Benny Murdani memerintahkan TNI AD mengumpulkan senjata senjata lawas pembelian jaman 60-an. Kebanyakan AK-47 buatan Uni Soviet.
Setelah dikumpulkan, disortir, diperbaiki dan dihilangkan nomer seri senjatanya, terkumpullah persenjataan yang cukup untuk mempersenjatai 2 batalyon. Untuk mengirimkannya, diadakanlah operasi Babut Mabur dengan menggunakan Boeing 707 TNI AU.
Awalnya Uni Soviet merencanakan melakukan serangan singkat, menghancurkan pemerintahan Afghanistan, mendirikan pemerintahan baru di bawah Babrak Karmal. Setelah menstabilkan keadaan, diharapkan satu bulan kemudian, pasukan Uni Soviet sudah bisa pulang dan hanya meninggalkan sejumlah kecil kontingen saja di Afghanistan.
Apa daya, ternyata perang Afghanistan ini berlangsung hingga sembilan tahun dan benar benar menghabiskan segala sumber daya Uni Soviet. Ketika Mikhail Gorbachev menjadi pemimpin Uni Soviet, tentara Uni Soviet pun ditarik mundur dan meninggalkan pemerintahan bentukannya bertempur sendirian melawan mujahidin hingga runtuhnya pemerintahan Afghanistan di tahun 1992.
Perang Afghanistan sering dianggap sebagai Perang Vietnam-nya Uni Soviet. Dua negara besar ini dianggap kalah melawan kekuatan kecil, bahkan aktor non negara (walau ternyata merupakan proxy). Namun bedanya, kekalahan Uni Soviet di perang Afghanistan ini dianggap banyak peneliti sebagai awal yang membawa Uni Soviet kedalam kehancuran dan menyebabkan bubarnya Uni Soviet. Di sisi lain, walaupun dianggap kalah dalam perang Vietnam, Amerika Serikat masih ada hingga sekarang, dan masih asyik mengadakan peperangan di negara negara lain.