Thursday, September 18, 2025
HomeBlog MiliterBiografiBiografi Jenderal Sudirman: Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia Pertama

Biografi Jenderal Sudirman: Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia Pertama

Biografi Jenderal Sudirman: Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia Pertama – HobbyMiliter.com – Biografi Jenderal Sudirman selaku Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia Pertama tentunya mesti diketahui serta dikenang masyarakat Indonesia. Sebagai salah satu sosok yang dihormati dalam sejarah Indonesia, Jenderal Sudirman diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia serta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki.

Biografi Jenderal Sudirman

Lahir pada Minggu pon bulan Maulud menurut penanggalan Jawa, Sudirman merupakan putra dari pasangan Karsid Kartawijaya dan Siyem saat mereka tinggal di kediaman Tarsem, saudari Siyem di Rembang, Purbalingga. Pemerintah kemudian menetapkan tanggal 24 Januari 1916 sebagai hari ulang tahunnya.

Sudirman diadopsi Raden Cokrosunaryo, suami Tarsem dan memberinya gelar Raden yaitu gelar kebangsawanan suku Jawa, dengan alasan kondisi keuangan mereka yang lebih baik. Hingga usia 18 tahun Sudirman tidak diberitahu bahwa Cokrosunaryo bukanlah ayah kandungnya. Kemudian akhir tahun 1916, saat Cokrosunaryo pensiun sebagai camat, dia memboyong keluarganya untuk menetap di Cilacap, termasuk Sudirman.

Sudirman tumbuh besar dengan mendengar berbagai cerita kepahlawanan, serta diajarkan etika, tata krama priyayi, etos kerja dan juga kesederhanaan rakyat jelata atau wong cilik. Sementara untuk ajaran agama Islam, Sudirman dibimbing oleh Kyai Haji Qahar.

Sudirman kemudian didaftarkan ke sekolah pribumi atau Hollandsch Inlandsche School saat dirinya berusia 7 tahun. Namun di tahun kelimanya mengenyam pendidikan di sekolah tersebut, Sudirman diminta berhenti sekolah terkait ejekan yang diterimanya di sekolah milik pemerintah. Walau awalnya ditolak, namun Sudirman dipindahkan ke sekolah menengah milik Taman Siswa di tahun ketujuh sekolahnya.

Namun karena sekolah menengah tersebut tidak terdaftar maka Ordonansi Sekolah Liar kemudian menutupnya saat tahun kedelapan Sudirman sekolah. Sudirman pun pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo dimana mayoritas gurunya adalah nasionalis Indonesia yang kemudian mempengaruhi pandangannya akan penjajah Belanda.

Menurut Suwarjo Tirtosupono selaku gurunya, Sudirman sangat pintar dalam mata pelajaran matematika, ilmu alam, serta menulis bahasa Indonesia dan Belanda, namun lemah di pelajaran kaligrafi Jawa. Sementara dalam hal keagamaan, Sudirman semakin taat beragama di bawah bimbingan Raden Muhammad Kholil selaku guru agamanya serta kerap dipanggil haji akibat ketaatannya dan seringnya Sudirman memberi ceramah agama pada siswa lain.

Setelah Cokrosunaryo meninggal tahun 1934, Sudirman diizinkan bersekolah tanpa membayar hingga lulus dan saat dirinya menginjak usia 19 tahun, Sudirman menjadi guru praktek di Wirotomo. Selama bersekolah di Wirotomo, Sudirman tergabung dalam Perkumpulan Siswa Wirotomo, klub drama serta kelompok musik. Selain itu dia juga mendirikan cabang Hizboel Wathan yang merupakan organisasi Kepanduan Putra milik Muhammadiyah dan menjadi pemimpin Hizboel Wathan cabang Cilacap setelah lulus.

Tugasnya sebagai pemimpin antara lain menentukan serta merencanakan kegiatan kelompok tersebut. Semasa kepemimpinannya, Sudirman menegaskan pentingnya pendidikan agama terutama mengenai sejarah Islam dan moralitas serta bersikeras mengirim kontingen dari Cilacap dalam konferensi Muhammadiyah di seluruh Jawa. Sementara kepada para anggota yang berumur lebih tua, Sudirman menerapkan disiplin militer.

Sudirman melanjutkan pendidikan di Kweekschool atau sekolah guru yang dikelola Muhammadiyah di Surakarta setelah lulus. Namun hanya bertahan selama satu tahun akibat kekurangan biaya. Pada tahun 1936 Sudirman pun memutuskan kembali ke Cilacap dan mengajar sekolah dasar Muhammadiyah setelah dilatih beberapa gurunya di Wirotomo.

Pada tahun yang sama, Sudirman menikah dengan teman sekolahnya, Alfiah yang merupakan putri pengusaha batik kaya bernama Raden Sastroatmojo. Dari pernikahannya, mereka dikaruniai tiga putra, Ahmad Tidarwono, Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, dan Taufik Effendi serta empat putri yaitu Didi Praptiastuti, Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, serta Titi Wahjuti Satyaningrum.

Sebagai guru, Sudirman populer di kalangan muridnya karena mencampur humor dengan nasionalisme serta mengajarkan pelajaran moral dengan memakai contoh kehidupan para rasul dan kisah wayang tradisional. Tidak heran kalau berkat kegigihan serta keuletan dan giatnya Sudirman dalam mengajar, dia kemudian diangkat menjadi kepala sekolah. Di kalangan para guru, Sudirman dikenal sebagai pemimpin yang demokratis dan moderat serta aktif dalam berbagai kegiatan penggalangan dana.

Selama dirinya merintis karir sebagai kepala sekolah, Sudirman juga aktif dalam kegiatan Kelompok Pemuda Muhammadiyah dimana dirinya dikenal sebagai mediator serta negosiator yang lugas serta sering berdakwah di masjid setempat. Pada akhir tahun 1937, Sudirman pun terpilih menjadi Ketua Kelompok Pemuda Muhammadiyah Kecamatan Banyumas dan sering memfasilitasi seluruh kegiatan dan pendidikan para anggota kelompok tersebut, entah di bidang agama maupun sekuler. Sudirman bahkan turut serta dalam seluruh kegiatan yang dilaksanakan Kelompok Pemuda Jawa Tengah. Sementara sang istri, Alfiah aktif dalam berbagai kegiatan kelompok putri Muhammadiyah Nasyiatul Aisyiyah.

Saat Perang Dunia II pecah Jepang diperkirakan akan berusaha menginvasi Hindia. Menanggapi hal tersebut, Belanda kemudian mulai mengajari rakyat cara menghadapi serangan udara dengan membentuk tim Persiapan Serangan Udara dan meminta Sudirman selaku sosok yang disegani masyarakat untuk memimpinnya.

Sudirman pun bukan cuma mengajarkan warga setempat tentang prosedur keselamatan dalam menghadapi serangan udara, namun sekaligus mendirikan beberapa pos pemantau di seluruh daerah serta menangani pesawat udara yang menjatuhkan material guna menstimulasi pengeboman agar tingkat respon rakyat lebih siap dan tinggi.

Namun pada tanggal 9 Maret 1942, Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan Jenderal KNIL Hein ter Poorten menyerah hingga mengakibatkan munculnya perubahan drastis dalam pemerintahan nusantara serta kian memperburuk kualitas warga non-Jepang. Sekolah tempat Sudirman mengajar di Cilacap pun ditutup dan dialih fungsi menjadi pos militer. Namun Sudirman berhasil meyakinkan Jepang untuk membuka sekolahnya kembali walau terpaksa mengajar memakai perlengkapan standar.

Sudirman kian dihormati serta disegani warga setempat, terutama karena keterlibatannya dalam berbagai organisasi sosial dan kemanusiaan seperti menjabat sebagai ketua Koperasi Bangsa Indonesia.

Setelah satu tahun menjabat perwakilan dalam dewan karesidenan Jepang, Syu Sangikai, di tahun 1944 Sudirman diminta bergabung tentara Pembela Tanah Air atau PETA yang didirikan Jepang bulan Oktober 1943 dengan tujuan menghalau invasi Sekutu serta fokus merekrut para pemuda yang belum terkontaminasi Belanda.

Walau sempat ragu, namun Sudirman setuju dan memulai pelatihan di Bogor. Sudirman menjabat sebagai komandan atau daidanco mengingat posisinya di masyarakat dan dilatih perwira serta tentara Jepang serta dipersenjatai peralatan sitaan dari Belanda. Kemudian Sudirman ditempatkan di batalyon Kroya yang berada di Banyumas setelah menjalani pelatihan selama empat bulan.

Ketika tentara PETA pimpinan Kusaeri melancarkan pemberontakan terhadap Jepang pada tanggal 21 April 1945, Sudirman diperintahkan untuk menumpas pemberontakan tersebut. Sudirman menyetujuinya dengan syarat para pemberontak PETA tidak dibunuh serta lokasi persembunyian mereka tidak dihancurkan. Menyerahnya Kusaeri pimpinan pemberontakan PETA tersebut di tanggal 25 April 1945 meningkatkan dukungan pada Sudirman di kalangan tentara Jepang walau ada beberapa perwira tinggi Jepang yang menyatakan keprihatinan mereka atas dukungan Sudirman akan kemerdekaan Indonesia. Sudirman beserta anggotanya kemudian dipindahkan ke kamp di Bogor dengan alasan mengikuti pelatihan namun sesungguhnya mereka dijaga ketat serta ditindas.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Sudirman melarikan diri dari pusat penahanan dan menemui Presiden Soekarno di Jakarta. Presiden pun menugaskannya untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas. Hingga pada akhirnya pada tanggal 12 November 1945 Sudirman terpilih menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat atau TKR di Yogyakarta didampingi Oerip yang menjabat sebagai kepala staf.

Sembari menunggu pengangkatan, Sudirman memerintahkan serangan ke pasukan Inggris dan Belanda yang berada di Ambarawa pada akhir November 1945. Alasannya adalah karena kota Ambarawa dianggap penting secara strategis mengingat keberadaan beberapa barak militer dan fasilitas pelatihan yang sudah ada sejak zaman penjajahan. Serangan yang dipimpin Sudirman tersebut berhasil memukul mundur pasukan Sekutu ke Semarang. Pertempuran ini hingga kini dikenal dengan Perang Ambarawa, dan membawa nama Sudirman menjadi pusat perhatian tingkat nasional.

Sudirman kemudian dikukuhkan sebagai Panglima Besar TKR tanggal 18 Desember 1945 dan memiliki tugas membentuk dewan penasihat untuk memberikan berbagai saran terkait masalah politik dan militer. Bersama Oerip, Sudirman berusaha mengurangi perbedaan dan rasa tidak percaya di kalangan mantan tentara KNIL dan PETA.

Pada Januari 1946, pemerintah Indonesia mengganti nama Angkatan Perang sebanyak dua kali, yaitu Tentara Keamanan Rakyat atau TKR dan Tentara Republik Indonesia atau TRI yang disertai pembentukan resmi angkatan laut dan angkatan udara. Sementara pusat pemerintahan yang tadinya di Jakarta di bawah kontrol Belanda dipindah ke Yogyakarta.

Saat dilakukan reorganisasi serta perluasan militer, pada tanggal 25 Mei Sudirman dikukuhkan kembali sebagai panglima besar. Sudirman pun bersumpah untuk melindungi Republik Indonesia sampai titik darah penghabisan dalam upacara pengangkatannya tersebut. Karena itulah saat ada rumor dirinya mempersiapkan kudeta, Sudirman pada bulan Juli mengkonfirmasi rumor ini lewat pidato yang disiarkan Radio Republik Indonesia atau RRI dan menyatakan dirinya sebagai abdi negara seperti semua rakyat Indonesia dan akan menolak kalau ditawarkan jabatan presiden. Selain itu di kemudian hari, Sudirman mengatakan bahwa militer tidak memiliki tempat dalam politik, begitu pula sebaliknya.

Keputusan Presiden No 1 Tahun 1948 yang dikeluarkan tanggal 2 Januari 1948 menyatakan bahwa pimpinan TNI dipecah menjadi Staf Umum Angkatan Perang yang dimasukkan ke Kementerian Pertahanan dengan pimpinan Kepala Staf Angkatan Perang atau KASAP dan Markas Besar Pertempuran yang dipimpin Panglima Besar Angkatan Perang Mobil. Tugas Staf Umum Angkatan Perang adalah sebagai perencana taktik dan siasat yang berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan sedangkan Staf Markas Besar Angkatan Perang Mobil bertugas sebagai pelaksana taktis operasional. Saat itu Presiden Soekarno mengangkat Soerjadi Soerjadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dan Sudirman sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil.

Awal Agustus 1948, Sudirman yang tidak yakin Belanda akan patuh terhadap Perjanjian Roem-Royen meminta Presiden Soekarno untuk melanjutkan perang gerilya namun ditolak. Penolakan tersebut menjadi pukulan tersendiri bagi Sudirman yang kemudian menyalahkan ketidakkonsistenan pemerintah sebagai penyebab penyakit tuberkulosis yang dideritanya serta kematian Oerip.

Walau sempat mengancam akan mengundurkan diri, Sudirman membatalkannya karena takut akan menimbulkan ketidakstabilan. Maka Sudirman pun memutuskan tetap menjabat dan memberlakukan gencatan senjata di seluruh Jawa pada tanggal 11 Agustus 1949.

Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia tanggal 27 Desember 1949, Sudirman pun tetap diangkat sebagai Panglima Besar TNI di Republik Indonesia Serikat walau menderita TBC. setelah sekian lama berjuang melawan TBC yang dideritanya, Sudirman wafat pada tanggal 29 Januari 1950 pukul 18:30 di Magelang.

Jenazah Sudirman kemudian disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman dan dilakukan upacara pemakaman yang diakhiri dengan prosesi hormat 24 senjata. Setelah itu jenazah Sudirman dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Semaki di sebelah makam Oerip. Pemerintah pusat Indonesia memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang sebagai tanda berkabung serta mempromosikan Sudirman menjadi jenderal penuh.

Buku biografi Memoar Jenderal Sudirman diterbitkan pada tahun yang sama dengan kematiannya, sementara rangkaian berbagai pidatonya diterbitkan pada tahun 1970. Pemerintah RI pun memberikan macam-macam tanda kehormatan dengan cara anumerta, seperti Bintang Sakti, Bintang Gerilya, Bintang Mahaputra Pratama, Bintang Mahaputra Adipurna, Bintang Republik Indonesia Adipurna serta Bintang Republik Indonesia Adipradana.

Selain itu bentuk penghargaan lainnya dari pemerintah Indonesia adalah dengan penetapan Sudirman dan juga Oerip sebagai Pahlawan Nasional Indonesia lewat Keputusan Presiden No. 314 Tahun 1964 yang dikeluarkan pada tanggal 10 Desember 1964 dan dipromosikannya Sudirman sebagai Jenderal Besar di tahun 1997 serta ditampilkannya gambar Sudirman di seri uang kertas rupiah terbitan 1968.

Selain buku biografi, banyak juga museum yang didedikasikan bagi Jenderal Sudirman, seperti Museum Soedirman yang merupakan rumah masa kecilnya di Purbalingga, Museum Sasmitaloka Jenderal Soedirman yang merupakan rumah dinasnya di Yogyakarta, Museum Soedirman yang merupakan rumah kelahirannya di Magelang, Museum Yogya Kembali di Yogyakarta, Museum Satria Mandala di Jakarta yang menyediakan ruangan khusus didedikasikan baginya. Tidak lupa juga penghargaan berupa pemberian nama jalan sesuai namanya yang dimiliki hampir tiap kota di Indonesia menurut McGregor, seperti salah satu jalan utama di Jakarta. Selain itu juga pendirian beberapa patung dan monumen yang didedikasikan bagi Sudirman serta Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto yang didirikan tahun 1963.

Sekian paparan singkat terkait biografi Jenderal Sudirman, semoga jasa-jasa serta perjuangan beliau senantiasa dikenang dan dihargai oleh generasi penerus bangsa Indonesia.

Hanung Jati Purbakusuma
Hanung Jati Purbakusumahttps://www.hobbymiliter.com/
Sangat tertarik dengan literatur dunia kemiliteran. Gemar mengkoleksi berbagai jenis miniatur alutsista, terutama yang bertipe diecast dengan skala 1/72. Koleksinya dari pesawat tempur hingga meriam artileri anti serangan udara, kebanyakan diecast skala 1/72.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Baca Juga

Ngeteng, Cara Angkatan Udara Singapura Memperbanyak F-16 RSAF

Ngeteng, Cara Angkatan Udara Singapura Memperbanyak F-16 RSAF

6
Beli Ngeteng, Cara Singapura Memperbanyak F-16 RSAF - HobbyMiliter.com. Dalam diskusi diskusi di forum forum militer online maupun di grup grup militer di Facebook,...