Penyelesaian Hutang Pembelian Alutsista Indonesia Kepada Uni Soviet – HobbyMiliter.com – Di akhir era tahun 50-an dan awal 60-an Indonesia melakukan pembelian sejumlah besar alutsista pada sejumlah negara, terutama Uni Soviet dan beberapa sekutunya. Pada saat terjadi pemberontakan PKI 1965, total bantuan hutang Indonesia ke Uni Soviet diperkirakan bernilai sekitar 1,4 Milyar Dollar, dimana 1,1 Milyar Dollar diantaranya diperuntukkan untuk program program militer.
Hutang alutsista tersebut merupakan bagian dari tujuh kontrak pembelian besar besaran yang ditandatangani Indonesia dan Uni Soviet antara bulan Februari 1957 hingga bulan Oktober 1964. Total hardware alutsista yang dikirimkan sendiri diantara kedua waktu tersebut diperkirakan sejumlah 860 juta Dollar.

Diantaranya adalah sejumlah besar kapal perang, mulai dari jenis gun boat, missile boat, hingga sebuah light cruiser bekas pakai Angkatan Laut Uni Soviet, sejumlah pesawat tempur MiG-19 dan MiG-21, Bomber Il-28 dan Tu-16 (serta Tu-16KS), pesawat transport dan serbaguna, sistem rudal anti pesawat dan berbagai jenis truk dan jip kendaraan taktis.
Rata rata, pinjaman Indonesia ke Uni Soviet berupa kredit dengan jangka waktu hingga 10 tahun dan bunga 2% per tahun dibayar setelah grace period, yang berbeda beda waktunya berdasarkan perjanjiannya masing masing.
Hutang pembelian alutsista dari Uni Soviet ini membuat militer Indonesia, terutama Angkatan Udara dan Angkatan Laut, memiliki ketergantungan tinggi pada Uni Soviet dalam hal pengadaan sparepart dan maintenance. Walaupun pernah juga membeli Shenyang J-5 dari China sebagai komplementer MiG-17, namun sparepartnya banyak yang tidak kompatibel.

Penghentian pengiriman sparepart dan maintenance dari Uni Soviet pascakudeta 1965 membuat alutsista buatan Uni Soviet menurun kapabilitas dan operasionalnya. Bahkan dalam beberapa kasus, peralatan alutsista tersebut sampai tidak dapat digunakan dan di grounded.
Tercatat dalam sebuah memo CIA, Indonesia diketahui pernah menjual sebuah destroyer kelas Skory, sebuah LST (eks-RI Teluk Pariji?), sebuah gunboat dan sebuah salvage ship ke scrapyard di Jepang seharga 250 ribu Dollar di tahun 1970. Harga pembelian kapal kapal tersebut dari Uni Soviet diperkirakan sekitar 7 Juta Dollar.

Indonesia pernah mengajukan permintaan pembelian sparepart alutsista tersebut ke Uni Soviet setelah peristiwa 1965. Namun Uni Soviet menolak menjual dan meminta Indonesia untuk melunasi hutang hutang pembelian alutsista nya terlebih dahulu. Akhirnya pada perundingan di bulan September 1967 Uni Soviet bersedia menjual sparepart dan harus dibayar cash. Uni Soviet menolak memberikan kredit sebagai mana biasanya sebuah pembelian alutsista dilakukan. Syarat utama diberikan. Penyelesaian Hutang Pembelian Alutsista Era 60-an Indonesia Kepada Uni Soviet.
Di bidang lain, terdapat pula hutang untuk pembangunan jalan, pembuatan pabrik baja di Cilegon (cikal bakal PT Krakatau Steel – saat 1965 belum selesai), pabrik superphospat di Cilacap, pembangunan stadion di Senayan, pembangunan reaktor nuklir mini di Serpong, pembangunan sekolah maritim di Ambon dan beberapa proyek lain. Kredit kredit tersebut rata rata memiliki jangka waktu 12 tahun setelah grace period dan memiliki bunga 2,5%.
