Thursday, September 18, 2025
HomeBlog MiliterSejarahSejarah Pemberontakan DI/TII Di Jawa Tengah Dan Penumpasannya

Sejarah Pemberontakan DI/TII Di Jawa Tengah Dan Penumpasannya

Sejarah Pemberontakan DI/TII Di Jawa Tengah Dan Penumpasannya – HobbyMiliter.com  – Sejarah pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah diawali dari gerakan DI/TII atau Darul Islam/Tentara Islam Indonesia yang merupakan perkumpulan organisasi yang berjuang atas nama umat Islam di seluruh Indonesia.

Darul Islam mengandung makna Rumah Islam, hingga bisa disimpulkan organisasi DI/TII merupakan wadah atau tempat umat Islam di Indonesia untuk menyampaikan semua pendapat mereka dan ditampung serta diorganisir agar berguna bagi seluruh umat Islam di Indonesia.

Latar Belakang DI/TII di Jawa Tengah

Latar belakang pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah bermula di masa awal kemerdekaan Republik Indonesia dengan didirikannya Negara Islam Indonesia atau NII oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Kartosuwiryo selaku pemimpin pemberontakan DI/TII mendeklarasikan NII atau yang lebih dikenal dengan istilah Darul Islam atau DI tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisampah, Jawa Barat dengan tujuan mengubah Republik Indonesia yang baru mendeklarasikan kemerdekaan menjadi negara dengan Islam sebagai dasar negaranya.

Dalam proklamasi NII disebutkan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum Islam dengan Al-Quran dan Hadits sebagai hukum tertinggi. Dalam deklarasinya tersebut, negara diwajibkan membuat undang-undang yang berlandaskan hukum Islam dan menolak segala bentuk ideologi lain.

Berdasar sejarah DI/TII, NII kemudian menyebar ke berbagai daerah di seluruh wilayah NKRI, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Aceh dan juga Kalimantan.

Sejarah pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah yang bergabung dengan DI/TII khususnya Pekalongan. Amir menganggap pemerintahan Indonesia terlalu berpihak pada golongan kiri.

Pada Agustus 1948, Amir membawa tiga kompi pasukan Hizbullah yang menolak bergabung ke TNI ke Pekalongan yang ditinggalkan TNI akibat Persetujuan Renville. Amir berbohong dengan mengatakan dirinya dikirim Panglima Besar Sudirman untuk mencegah Belanda mendirikan negara boneka di sana demi membujuk penduduk setempat agar mau bergabung dengannya.

Selain itu Amir juga mendirikan Majelis Islam beserta pasukan bersenjata Mujahidin buat menghimpun serta mengumpulkan kekuatan. Pasukan bersenjatanya tersebut diberi nama Tentara Islam Indonesia atau TII dan dikenal dengan sebutan Batalyon Syarif Hidayat Widjaja Kusuma atau SHWK.

Saat Agresi Militer Kedua dilancarkan Belanda, TNI yang dipimpin Mayor Wongsoatmodjo bersama kesatuan Mobile Brigade atau Mobrig yang dipimpin Komisaris Bambang Suprapto melakukan wingate di Pekalongan.

Awalnya Amir Fatah bekerja sama dengan TNI dan Polri dalam menghadapi Belanda, namun kemudian Amir melanggar kerja sama tersebut setelah diangkat Kartosuwiryo. Amir pun menjadikan Bumiayu sebagai basis pertahanan pasukannya dan melakukan penyerangan ke berbagai pos TNI termasuk pos TNI di Pekalongan, termasuk penyerangan ke pasukan Mobrig yang sedang patroli yang menyebabkan terbunuhnya Komisaris Bambang Suprapto.

Gerakan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah sempat kuat dikarenakan pemberontakan Batalyon 426 yang berada di Kedu serta Magelang atau Divisi Diponegoro. Ditambah juga dengan faktor terjadinya kerusuhan di Merapi-Merbabu akibat perbuatan Gerakan Merapi-Merbabu Complex atau MMC.

Tujuan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Walau pendirian NII oleh Kartosuwiryo diikuti pengakuan gerakan yang sama di berbagai wilayah di seluruh Indonesia, akan tetapi tidak semua gerakan DI/TII tersebut mempunyai tujuan yang sama, misalnya tujuan pemberontakan DI/TII yang terjadi di Jawa Tengah.

Jawa Tengah yang letak geografisnya tidak jauh dari Jawa Barat dimana banyak kabupaten berbatasan langsung sangatlah dipengaruhi oleh ide berdirinya NII. Karena itulah pada tahun 1950 Amir Fatah selaku pimpinan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah membuat pernyataan bahwa Jawa Tengah merupakan bagian dari NII Jawa Barat.

Tujuan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah tersebut hampir serupa dengan DI/TII Jawa Barat, yaitu mengatasi pengaruh komunis dan sosialisme yang semakin luas serta mendirikan negara berdasarkan syariat Islam atau Negara Islam Indonesia.

Penumpasan DI/TII di Jawa Tengah

Penumpasan DI/TII di Jawa Tengah ini dilakukan dengan dilancarkannya operasi untuk mengatasi konsentrasi pasukan DI/TII di Pengarasan dan Tembangrejo yang menyebabkan melemahnya kekuatan DI/TII.

Setelah itu dilanjutkan dengan pembentukan komando tempur khusus yang diberi nama Banteng Raiders pada tahun 1950 oleh Tentara Nasional Indonesia atau TNI dengan operasi penumpasan yang disebut Gerakan Benteng Negara atau GBN yang dilakukan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sarbini yang kemudian digantikan Letnan Kolonel Bachrun serta Letnan Kolonel Ahmad Yani menggantikan Letkol Bachrun.

Tujuan utama GBN adalah untuk memisahkan DI Jawa Tengah dengan DI Jawa Barat, dan dalam pelaksanaannya tersebut banyak tokoh DI yang terbunuh. Pimpinan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah, Amir Fatah pun akhirnya tertangkap saat melakukan perjalanan ke Jawa Barat untuk menggabungkan diri dengan Kartosuwiryo tanggal 22 Desember 1950. Dengan tertangkapnya Amir Fatah tersebut, maka pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah akhirnya berhasil ditumpas.

Tokoh-tokoh DI/TII

Seperti dibahas sebelumnya pemberontakan DI/TII yang diawali oleh Kartosuwiryo tahun 1948 kemudian diikuti berbagai daerah di seluruh wilayah NKRI. Berikut beberapa tokoh DI/TII tersebut:

  1. Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo selaku pimpinan DI/TII di Jawa Barat.
    Diawali dari penolakan atas Perjanjian Renville yang menyerahkan kekuasaan di Jawa Barat kepada Belanda, pemberontakan DI/TII di Jawa Barat tidak berhenti setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. DI/TII berusaha mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara berdasarkan pada ajaran agama Islam.
  2. Amir Fatah selaku pimpinan DI/TII di Jawa Tengah.
  3. Daud Beureueh selaku pimpinan DI/TII di Aceh.
    Diawali dengan kekecewaan atas dihapusnya provinsi Aceh, pemberontakan ini berakhir tahun 1959 setelah melewati berbagai diplomasi yang akhirnya mencapai kesepakatan damai dimana provinsi Aceh kembali didirikan.
  4. Ibnu Hajar selaku pimpinan DI/TII di Kalimantan Selatan.
    Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan di bawah pimpinan Ibnu Hajar berakhir tahun 1959 setelah pimpinannya beserta semua anggotanya tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.
  5. Kahar Muzakar selaku pimpinan DI/TII di Sulawesi Selatan.
    Diawali dari ditolaknya tuntutan Kahar Muzakar agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan serta kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin dengan dirinya sebagai pemimpin. Pemberontakan DI/TII di daerah ini berakhir saat pimpinan mereka, Kahar Muzakar, ditembak mati tahun 1965.

Penumpasan DI/TII awalnya diupayakan pemerintah secara damai dengan pembentukan komite yang dipimpin Moh. Natsir, namun tidak berhasil meraih kesepakatan. Maka, pemerintah memutuskan untuk menempuh cara militer dengan menjalankan operasi militer bernama Operasi Bharatayudha.

Operasi ini melancarkan serangan dengan taktik Pagar Betis yang melibatkan pasukan TNI beserta rakyat yang bertujuan mempersempit gerakan DI/TII. Pada akhirnya tanggal 4 Juni 1962 berhasil menangkap Kartosuwiryo di Gunung Salak Majalaya.

Pemberontakan DI/TII berakhir saat Kartosuwiryo selaku pelopor serta pemimpin pemberontakan DI/TII dieksekusi pada tahun 1962 yang mengakibatkan kegiatan Negara Islam Indonesia atau NII menjadi terbelah. Akan tetapi walau sudah terbelah, gerakan tersebut tetap beroperasi secara diam-diam karena dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.

Pemberontakan DI/TII awalnya sulit dipadamkan karena semangat jihad sebagian umat Muslim Indonesia, letak geografis wilayah NKRI yang mendukung gerakan gerilya, fokus TNI yang terpecah untuk menghadapi Belanda dan juga karena sebagian rakyat bersimpati terhadap perjuangan yang dilakukan Kartosuwiryo.

Namun terbukti dengan sejarah pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah, bahwa apabila aparat pertahanan dan keamanan negara, yaitu TNI bekerja sama serta melibatkan masyarakat maka tidak mungkin gangguan dan ancaman terhadap keutuhan NKRI bisa diganggu gugat.

Hanung Jati Purbakusuma
Hanung Jati Purbakusumahttps://www.hobbymiliter.com/
Sangat tertarik dengan literatur dunia kemiliteran. Gemar mengkoleksi berbagai jenis miniatur alutsista, terutama yang bertipe diecast dengan skala 1/72. Koleksinya dari pesawat tempur hingga meriam artileri anti serangan udara, kebanyakan diecast skala 1/72.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Baca Juga

6-misil-tow-2

Oman Segera Beli 400 Perangkat Rudal Anti Tank TOW 2

0
Kesultanan Oman telah memesan lebih dari 400 perangkat rudal anti tank TOW 2 sebagai bagian dari program peningkatan kemampuan pertahanan darat mereka. Demikian disampaikan oleh...