Perjuangan Thailand untuk mempertahankan kedaulatannya tidak berakhir di sini. Pada tahun 1932, gerakan politik baru yang dikenal sebagai “Khana Ratsadon” atau Gerakan Rakyat melancarkan kudeta kedua, kali ini melawan pemerintahan Raja Rama VII. Khana Ratsadon menuntut perubahan lebih lanjut dalam sistem politik Thailand untuk memastikan representasi yang lebih luas dan keadilan sosial.
Kudeta 1932 berhasil mengubah sistem pemerintahan Thailand menjadi negara demokrasi konstitusional modern yang lebih terorganisir. Raja Rama VII dipaksa untuk mengakui konstitusi baru yang memberikan kekuasaan kepada parlemen dan membatasi kekuasaan monarki. Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengadopsi sistem demokrasi, dan gerakan ini membuka jalan bagi perkembangan politik dan perubahan sosial yang lebih besar di negara tersebut.
Namun, perubahan politik di Thailand tidak berjalan mulus. Negara ini menghadapi periode ketidakstabilan politik yang melibatkan kudeta, pemberontakan, dan pergantian pemerintahan selama beberapa dekade. Tapi, semangat perjuangan dan tekad untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan terus hidup di antara rakyat Thailand.
Selama Perang Dunia II, Thailand dipaksa untuk bergabung dengan Blok Poros oleh Jepang yang menduduki wilayah ini. Namun, pemerintah Thailand berusaha mempertahankan kemerdekaannya dengan memainkan peran diplomasi yang cerdas. Mereka berhasil mempertahankan kemerdekaan formal Thailand dan menghindari menjadi koloni Jepang. Setelah Perang Dunia II berakhir, Thailand kembali ke jalur demokrasi dan melakukan reformasi politik yang lebih lanjut.