Thursday, September 18, 2025
HomeBlog MiliterBiografiBiografi Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia

Biografi Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia

Biografi Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia – HobbyMiliter.com – Biografi Ki Hajar Dewantara dimulai dari kelahirannya tanggal 2 Mei 1889 di Pakualaman yang hingga saat ini diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional karena jasa-jasanya bagi pendidikan di Indonesia.

Biografi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dari kalangan keluarga Kadipaten Pakualaman yang termasuk keluarga Keraton Yogyakarta. Soewardi merupakan putra dari GPH Soerjaningrat sekaligus cucu dari Paku Alam III.

Saat kecil, Soewardi termasuk beruntung karena bisa mengenyam pendidikan bersama anak bangsa Eropa di Sekolah Dasar Belanda ELS yang merupakan singkatan dari Europeesche Lagere School. Setelah tamat dari ELS, Soewardi kemudian melanjutkan pendidikan di STOVIA yaitu Sekolah Dokter Bumiputera, namun tidak tamat akibat sakit yang dideritanya.

Soewardi kemudian mulai merintis karirnya sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, seperti Sedyotomo, Midden Java, Oetoesan Hindia, De Express, Kaoem Moeda, Poesara, dan juga Tjahaja Timoer hingga diakui sebagai penulis handal di masa tersebut karena tulisannya yang tajam, patriotik serta komunikatif disertai semangat antikolonial.

Selain ulet menjalankan pekerjaannya sebagai wartawan muda, Soewardi juga aktif di berbagai organisasi politik dan sosial, termasuk di Budi Utomo dimana Soewardi aktif di seksi propaganda guna mensosialisasikan serta mengunggah kesadaran masyarakat terutama di Jawa akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Soewardi pun turut mengorganisir Kongres Pertama Budi Utomo yang diselenggarakan di Yogyakarta. Selain Budi Utomo, Soewardi juga terdaftar sebagai anggota di organisasi Insulinde yang merupakan organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda.

Kemudian atas pengaruh Ernest Douwes Dekker bersama dengan Cipto Mangunkusumo, mereka mendirikan Indische Partij pada tanggal 25 Desember 1912. Mereka bertiga kemudian dikenal sebagai Tiga Serangkai. Akan tetapi keberadaan Indische Partij ditentang Belanda hingga akhirnya diganti dengan membentuk Komite Bumiputera di tahun 1913.

Di tahun yang sama, saat pemerintahan Belanda bermaksud mengumpulkan pajak dari warga termasuk warga pribumi untuk dipakai dalam perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis, kalangan nasionalis Indonesia, termasuk Soewardi mengkritik niat Belanda tersebut.

Soewardi menulis Een voor Allen maar Ook Allen voor Een yang diartikan Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu juga dan Als ik een Nederlander was yang diartikan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar De Express pimpinan Douwes Dekker pada tanggal 13 Juli 1913.

Tulisan tersebut menyinggung kalangan pejabat Hindia Belanda yang kemudian memerintahkan penangkapan Soewardi. Atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg, Soewardi kemudian ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka atas permintaan Soewardi sendiri. Kedua rekannya, Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo memprotes kebijakan tersebut hingga mengakibatkan mereka bertiga akhirnya diasingkan ke Belanda di tahun 1913.

Selama di masa pengasingannya di Belanda, Soewardi tetap aktif dalam organisasi, seperti di organisasi pelajar asal Indonesia Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia. Pada tahun 1913 Soewardi mendirikan Indonesisch Pers-bureau atau kantor berita Indonesia. Hal tersebut merupakan pemakaian formal pertama dari istilah Indonesia yang pertama kali diciptakan ahli bahasa asal Inggris, George Windsor Earl dan pakar hukum asal Skotlandia, James Richardson Logan pada tahun 1850.

Kantor berita tersebut merupakan perwujudan cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan dan membawanya memperoleh Europeesche Akte, yaitu ijazah pendidikan bergengsi yang di kemudian hari menjadi dasar pijakan baginya dalam pendirian lembaga pendidikan di tahun 1918.

Saat studinya tersebut, Soewardi terpikat ide beberapa tokoh pendidikan Barat, seperti Montessori dan Froebel serta pergerakan pendidikan Santiniketan, India, dan juga keluarga Tagore. Semua pengaruh tokoh pendidikan Barat tersebut menjadi dasar bagi Soewardi dalam mengembangkan sistem pendidikan ciptaannya sendiri.

Pada bulan September 1919, Soewardi kembali ke Indonesia dan bertekad membebaskan rakyat Indonesia dari kebodohan agar Indonesia merdeka segera terwujud. Soewardi pun kemudian bergabung dalam sekolah binaan saudaranya dimana semua pengalaman yang didapatkan saat mengajar di sekolah tersebut dipakai guna mengembangkan konsep mengajar untuk sekolah Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa yang didirikan tanggal 3 Juli 1922.

Sekolah tersebut bertujuan menanamkan rasa kebangsaan atau nasionalisme serta rasa cinta tanah air agar mendorong keinginan berjuang demi memperoleh kemerdekaan Indonesia. Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakai di sekolah tersebut dalam bahasa Jawa adalah ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yang diartikan sebagai di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, serta di belakang memberi dorongan. Ketiga semboyan tersebut sangat dikenal dan masih tetap dipakai hingga kini di kalangan pendidikan di Indonesia, terutama di berbagai sekolah Perguruan Tamansiswa. Bahkan semboyan tut wuri handayani hingga kini dijadikan slogan dalam Kementerian Pendidikan Indonesia.

Selain itu Ki Hajar Dewantara juga aktif menulis dengan tema kebudayaan dan pendidikan yang berwawasan kebangsaan yang pada akhirnya berhasil meletakkan pondasi pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Soewardi mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara di usia 40 tahun dan juga tidak lagi memakai gelar kebangsawanannya agar bisa bebas bersosialisasi serta bisa lebih dekat dengan kalangan rakyat biasa.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan di kabinet pertama. Ki Hajar Dewantara memperoleh gelar doktor kehormatan atau Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada yang merupakan universitas tertua di Indonesia.

Ki Hajar Dewantara menghembuskan napas terakhirnya di usia 69 tahun pada tanggal 26 April 1959 di kota kelahirannya dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata yang berlokasi di Yogyakarta.

Sebagai seorang aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, politisi, kolumnis, terutama pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia, Ki Hajar Dewantara diberikan beberapa penghargaan oleh pemerintahan Indonesia.

Salah satunya adalah pengukuhan Ki Hajar Dewantara sebagai pahlawan nasional yang kedua pada tanggal 28 November 1959 oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno yang didasarkan pada Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959. Penghargaan lainnya adalah dengan diabadikannya nama Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu nama kapal perang Indonesia, yaitu KRI Ki Hajar Dewantara dan juga dengan diabadikannya potret dirinya pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.

Namun pengakuan serta penghargaan terpenting sebagai bentuk upaya mengenang jasa serta perjuangan Ki Hajar Dewantara adalah dengan dinyatakannya Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dimana hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional berdasar pada Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959 yang dikeluarkan pada tanggal 28 November 1959.

Demikianlah artikel singkat mengenai biografi Ki Hajar Dewantara. Semoga generasi penerus bangsa Indonesia baik saat ini maupun di masa depan nantinya akan terus mengenang serta menghargai semua jasa pengorbanan para pejuang pergerakan nasional Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara.

Hanung Jati Purbakusuma
Hanung Jati Purbakusumahttps://www.hobbymiliter.com/
Sangat tertarik dengan literatur dunia kemiliteran. Gemar mengkoleksi berbagai jenis miniatur alutsista, terutama yang bertipe diecast dengan skala 1/72. Koleksinya dari pesawat tempur hingga meriam artileri anti serangan udara, kebanyakan diecast skala 1/72.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Baca Juga

Ekranoplan KM, Si Monster Laut Kaspia

Ekranoplan KM, Si Monster Laut Kaspia

0
Ekranoplan KM, Si Monster Laut Kaspia - HobbyMiliter.com - Apa kabar pembaca yang budiman? Jumpa lagi bersama HobbyMiliter. Kami harap para pembaca yang budiman...