Pimpinan militer Belanda melihat perlu membentuk pasukan khusus baik darat maupun udara, yang dapat dengan cepat menerobos garis pertahanan Indonesia. Setelah diangkat mejadi Panglima Tertinggi Tentara Belanda, Letnan Jenderal Spoor sebagai komandan KNIL di Hindia Belanda mengemukakan rencananya membentuk pasukan infanteri berkualifikasi komando serta pasukan payung (parasutis) yang memperoleh pelatihan istimewa.
Pada 13 Maret 1946, Letnan de Koning dan Letnan van Beek dipanggil dari Sri Lanka untuk menjadi pelatih calon pasukan. Secara resmi School Opleiding Parachutisten (Sekolah Penerjun Payung) dibentuk pada 15 Maret 1946 dibawah komando Kapten C. Sisselaar. Agar tidak tercium pihak Republik, kamp pelatihan berlokasi di tempat yang sangat jauh yaitu di Papua Barat.