Berbagai upaya turut dijalankan oleh raja Balaputradewa guna mencapai masa kejayaan, seperti:
- Membangun Sriwijaya menjadi kesultanan pertama dengan kawasan yang sangat luas.
- Mendorong Sriwijaya jadi kerajaan maritim dengan armada laut yang kuat dan tangguh di perairan luas.
- Menjadikan Sriwijaya sebagai pusat penyebaran agama Budha dan salah satu caranya dengan membangun perguruan tinggi agama Budha.
- Mendukung Sriwijaya menjadi kerajaan dengan pusat perdagangan yang besar, sehingga kapal pedagang banyak yang singgah ke sana.
Dari tindakan tersebut membuahkan hasil dan tercapailah kesejahteraan yang besar di sana. Hingga Sriwijaya turut diakui sebagai salah satu kerajaan maritim terbesar di Nusantara yang telah menjelajahi perairan luas. Ini pun turut menjadi bukti bahwa nenek moyang kita seorang pelaut yang luar biasa.
Sultan Sriwijaya yang selanjutnya ialah Sri Udayadityawarman, tepat di tahun 960 Masehi. 2 tahun kemudian raja Sriwijaya dipimpin oleh Sri Udayaditya. Sampai di tahun 1044 raja yang menduduki Singgasana Sriwijaya bernama Sri Sanggaramawijayatunggawarman. Beliau adalah raja terakhir dari kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Menjadi salah satu kerajaan bahari pernah berjaya di Indonesia, tentu saja peninggalan sejarah yang dimiliki juga tersebar di seluruh kawasan kekuasaan. Peninggalan Sriwijaya yang sampai sekarang masih ada dan bisa kita lihat berupa prasasti. Berikut ini daftar prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya:
- Prasasti Kota Kapur
Merupakan prasasti yang ditulis dengan bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa. Pada prasasti tersebut menceritakan mengenai kutukan bagi siapa saja yang melanggar perintah dan kekuasaan dari sang raja. Keberadaan prasasti tersebut di wilayah Barat Pulau Bangka. Ditemukan oleh J.K. Van Der Meulen di tahun 1892.
- Prasasti Kedukan Bukit
Sama dengan prasasti sebelumnya, peninggalan berukuran sekitar 45 x 85 cm ini ditulis menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Pada prasasti tersebut mengisahkan tentang seorang utusan dari kerajaan bernama Dapunta Hyang yang menjalankan Sidhayarta atau perjalanan suci dengan berlayar di atas perahu. Beliau ditemani 2000 pasukan dan perjalanan tersebut menuai hasil. Sebelumnya peninggalan yang berupa batu tulis tersebut ditemukan oleh Batenburg dan berada di Kampung Bukit, Ilir di tahun 1920 Masehi. Tapi saat ini, prasasti bersejarah tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia.
- Prasasti Telaga Biru
Seperti namanya, prasasti Telaga Biru ditemukan di kolam Telaga, Kelurahan 3 Ilir, Ilir Timur, Kota Palembang. Peninggalan tersebut menceritakan tentang kutukan bagi siapa saja yang berbuat jahat di Sriwijaya. Sekarang, prasasti tersebut dijaga dengan baik di Museum Nasional Indonesia.
- Prasasti Talang Tuo
Peninggalan sejarah satu ini menjadi bukti akan perkembangan agama Budha di Sriwijaya. Prasasti yang berisi doa-doa dedikasi ini ditemukan di Kaki Bukit Seguntang, tepatnya di tepi utara Sungai Musi oleh Louis Constant Westenenk di November 1920.
- Prasasti Tigor
Peninggalan sejarah kerajaan Sriwijaya bernama prasasti Tigor ini ditemukan di Thailand Selatan. Pada prasasti tersebut, ada dua sisi. Bagian pertama menjelaskan mengenai kharisma raja Sriwijaya. Tertulis juga bahwa sang raja merupakan raja dari segala raja yang ada di muka bumi ini, yang telah membangun Trisamaya Caiya bagi Kajara. Sementara bagian B berisikan pemberian gelar kepada Si Maharaja dari keluarga Sailendravamasa dengan nama Visnu Sesawarimadawimathana.
- Prasasti Palas Pasemah
Merupakan prasasti yang ditemukan di Desa Palas Pasemah, Lampung Selatan. Seperti prasasti sebelumnya, peninggalan ini ditulis menggunakan aksara Pallawa juga Bahasa Melayu Kuno dalam 13 baris. Menjelaskan adanya kutukan bagi mereka siapapun itu yang tidak mau tunduk di bawah kekuasaan Sriwijaya. Konon, peninggalan ini ditemukan di pinggir rawa desa sekitar abad ke-7 Masehi.
- Prasasti Karang Birahi
Sama seperti peninggalan bersejarah lainnya, prasasti Karang Birahi berisi kutukan bagi siapa saja yang tidak tunduk patuh di bawah kerajaan Sriwijaya. Peninggalan ini ditemukan di tepi Batang Merangin, Jambi pada tahun 1904 oleh Kontrolir L.M. Berkhout.