Dampak Sejarah Peristiwa Bandung Lautan Api Terhadap Kemerdekaan Indonesia – HobbyMiliter.com – Sejarah peristiwa Bandung lautan api terjadi di tahun 1946 yaitu saat kurang lebih 200.000 warga Bandung membakar rumah mereka demi mencegah agar Sekutu dan tentara NICA tidak menguasai kota tersebut.
Sejarah Peristiwa Bandung Lautan Api
Sejarah peristiwa Bandung lautan api diawali sejak masuknya pasukan Inggris yang merupakan bagian dari Brigade MacDonald pada tanggal 12 Oktober 1945. Tuntutan pasukan Inggris yang menuntut semua senjata api di tangan penduduk kecuali TKR diserahkan kepada mereka memperburuk hubungan mereka dengan pemerintah Republik Indonesia yang sejak awal sudah tegang.
Situasi juga semakin tegang saat orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tahanan mulai melakukan berbagai tindakan yang mengganggu keamanan hingga menyebabkan terjadinya bentrokan senjata antara pasukan Inggris dan TKR.
Kemudian TKR bersama berbagai badan perjuangan melancarkan serangan ke berbagai kedudukan Inggris yang berada di bagian utara Bandung, seperti Hotel Homann dan Hotel Preanger yang dipakai sebagai markas pada malam tanggal 21 November 1945. Hal tersebut menimbulkan reaksi dari pasukan Inggris yang ditunjukkan dengan dikeluarkannya ultimatum yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Barat.
Ultimatum tersebut mengharuskan semua penduduk Indonesia mengosongkan wilayah Bandung Utara termasuk pasukan bersenjata. Bersamaan dengan ultimatum tersebut, sekutu membagi Bandung menjadi dua dimana bagian utara termasuk wilayah kekuasaan sekutu dan selatan termasuk wilayah kekuasaan pemerintah Indonesia.
Ultimatum pasukan sekutu tersebut semakin dipertegas dengan tindakan nyata mereka dimana pada tanggal 21 Maret 1946 Dakota milik RAF yaitu Angkatan Udara Kerajaan Inggris terbang di atas Bandung sembari menurunkan ribuan lembar kertas dengan tulisan yang mengatakan bahwa para ekstrimis Indonesia mesti mengosongkan Bandung paling lambat tanggal 24 Maret 1946 pukul 24.00 dan mundur hingga 11 km dari tanda kilometer nol.
Salah satu pejuang Laskar Hizbullah, Asikin Rachman terkejut dan geram saat membaca tulisan tersebut. Namun bukan cuma Asikin saja yang merasa geram, puluhan ribu pejuang Bandung yang tergabung TRI juga merasakan hal yang sama dan membuat suasana semakin memanas.
Residen Ardiwinangun selaku Ketua Komite Nasional Indonesia atau KNI Jawa Barat pun mengambil tindakan guna mencegah situasi agar tidak menjadi kian tidak menentu. Ardiwinangun yang didampingi pemudi Mashudi beralih ke Jakarta untuk menemui Perdana Menteri Sutan Sjahrir guna meminta petunjuk lebih lanjut.
Sjahrir pun mengatakan walau pemerintah pusat Indonesia menyarankan agar para pejuang kota Bandung memenuhi ultimatum yang dikeluarkan pasukan sekutu tersebut, namun kalau mereka tidak setuju dan berniat membumihanguskan Bandung maka terserah mereka.
Ardiwinangun dan Mashudi pun meneruskan pesan sjahrir tersebut lewat telepon pada tanggal 22 Maret 1946 yang diiringi dengan telegram dari Markas Besar Tentara atau MBT di Yogyakarta untuk pada pejuang Bandung yang menuliskan bahwa mereka mesti mempertahankan Bandung.
Kolonel Nasution selaku Komandan Divisi III TRI menyusul ke Jakarta, namun pemerintah pusat bukannya mempertegas sikap yang ditunjukkan MBT, mereka memerintahkan Nasution untuk menuruti ultimatum pasukan sekutu tersebut. Perintah tersebut disampaikan Syahrir setelah permintaan perpanjangan waktu untuk pelaksanaan mundur yang diajukannya ditolak oleh Komandan Tertinggi Sekutu di Jakarta.
Saat Nasution masih berada di Jakarta, Jenderal Hawthorn selaku Komandan Divisi India ke-23 di Bandung mengumumkan bahwa Bandung akan dibersihkan dari berbagai unsur bersenjata pada siaran radio pukul 16.00 tanggal 23 Maret 1946. Hawthorn pun meminta agar warga sipil meninggalkan rumah dengan tenang selama periode tersebut.
Tentara Republik Indonesia atau TRI pun menunjukkan sikap mereka terhadap seruan Hawthorn terkait ultimatum pasukan sekutu yang menuntut pengosongan wilayah Bandung Utara dengan melakukan operasi bumi hangus. Alasan para pejuang TRI mengambil sikap tersebut adalah karena mereka tidak rela Bandung dimanfaatkan pasukan sekutu dan tentara NICA.
Keputusan melakukan operasi bumi hangus tentu saja tidak sembarang diputuskan begitu saja, namun sebelumnya telah dilakukan musyawarah oleh Majelis Persatuan Perjuangan Priangan atau MP3 di hadapan seluruh kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 1946.
Hasil musyawarah tersebut kemudian diumumkan Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III TRI di hari itu juga dengan diiringi pemberian perintah evakuasi bagi semua warga Bandung. Akan tetapi perintah tersebut ditentang serta ditolak para bawahan yang diwakili Letnan Kolonel Omon Abdurachman selaku Komandan Resimen Kedelapan TRI.
Penolakan Omon tersebut membuat Nasution marah hingga terjadi perdebatan sengit antara mereka, yang berakhir dengan keputusan Omon untuk meletakkan pangkatnya dan pergi ke Markas Resimen Kedelapan. Omon beserta anak buahnya dan ribuan rakyat Bandung pun kemudian melakukan operasi bumi hangus Bandung.
Tepat pukul 24.00 malam itu, titik api yang dinyalakan sekitar 200.000 rakyat Bandung bersama para pejuang tersebut mulai terlihat di seluruh penjuru Bandung. Gedung pertama yang diledakkan rakyat Bandung bersama TRI adalah Bank Rakyat, kemudian meluas ke Banceuy, Cicadas, Ciroyom, Cikudapateuh, Cibadak, Kopo, Babakan Ciamis, sepanjang Jalan Otto Iskandardinata, Jalan Asia Afrika, Braga hingga Tegalega. Selain itu anggota TRI juga turut membakar asrama mereka. Hingga kemudian dalam waktu tujuh jam, kota Bandung sudah diliputi lautan api.
Rakyat Bandung pun sudah evakuasi meninggalkan Bandung dan menuju ke pegunungan di daerah selatan kota tersebut dan ke berbagai daerah di Bandung Selatan seperti Ciparay, Majalaya, Banjaran dan Soreang; ke daerah Bandung Barat seperti Cililin dan Gunung Halu serta ke Bandung Timur seperti Rancaekek, Cicalengka dan Sumedang.
Operasi bumi hangus kota Bandung tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan pemanfaatan kota tersebut sebagai markas strategis militer oleh pasukan sekutu dan tentara NICA dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Asap hitam pun membumbung tinggi melingkupi kota Bandung disertai dengan padamnya seluruh listrik di kota tersebut.
Saat itu tentara Inggris melakukan penyerangan hingga terjadi pertempuran sengit, dimana pertempuran tersengit terjadi di Desa Dayeuhkolot yang berada di sebelah selatan Bandung. Penyebabnya adalah karena keberadaan gudang amunisi besar milik tentara sekutu di sana yang ditargetkan untuk dihancurkan oleh dua anggota milisi Barisan Rakyat Indonesia atau BRI, Muhammad Toha dan Ramdan.
Misi mereka berhasil namun dengan mengorbankan nyawa mereka, Mohammad Toha meledakkan gudang dengan dinamit saat mereka berada di dalamnya. Walau awalnya staf pemerintahan Bandung berniat tetap tinggal di dalam kota, namun akhirnya mereka memutuskan untuk ikut evakuasi dari Bandung pada pukul 21.00 demi keselamatan mereka.
Sejak itu keadaan Bandung Selatan sekitar pukul 24.00 sudah kosong, para warga dan TRI sudah meninggalkan kota tersebut. Namun api terlihat masih membumbung tinggi dan membakar kota hingga menjadi lautan api.
Tindakan pembumihangusan kota Bandung dianggap merupakan strategi tepat yang diambil saat Perang Kemerdekaan Indonesia mengingat kekuatan TRI beserta milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pasukan sekutu dan tentara NICA. setelah peristiwa Bandung lautan api, TRI bersama dengan milisi rakyat terus melakukan perlawanan secara gerilya di luar kota.
Peristiwa tersebut mengilhami terciptanya lagu Halo, Halo Bandung yang hingga kini penciptanya masih menjadi bahan perdebatan. Lagu tersebut menjadi kenangan emosi para pejuang kemerdekaan Indonesia saat itu yang menantikan saatnya mereka bisa kembali lagi ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.
Istilah Bandung Lautan Api sendiri muncul di harian Suara Merdeka edisi 26 Maret 1946 oleh wartawan muda, Atje Bastaman. Atje menyaksikan pemandangan pembumihangusan Bandung yang membuat Bandung memerah dari Cicadas hingga Cimindi dari atas bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk. Setibanya di Tasikmalaya, Atje dengan semangat menulis berita yang disaksikannya tersebut dan memberinya judul Bandoeng Djadi Laoetan Api, namun kemudian disingkat menjadi Bandung Lautan Api karena kurangnya ruang untuk judul panjang tersebut.
Sejarah peristiwa Bandung Lautan Api memiliki dampak tersendiri bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama dengan peledakan gudang mesiu oleh Mohammad Toha dan Ramdan yang merupakan persediaan tentara NICA untuk operasi di wilayah Priangan. Akibat peledakan tersebut tentara NICA tidak lagi punya persediaan amunisi.
Jenderal Sudirman sebenarnya sempat menginstruksikan Nasution untuk melancarkan Serangan Umum di awal Juli 1946 karena menurutnya pertahanan Jawa Barat bukan cuma pertahanan lokal atau daerah saja. Jenderal Sudirman beranggapan kalau sampai Jawa Barat jatuh ke tangan sekutu dan tentara NICA maka keselamatan Indonesia akan terancam.
Karena itulah peristiwa Bandung Lautan Api mesti senantiasa dikenang masyarakat Indonesia sebagai bentuk pengorbanan rakyat Bandung demi kemerdekaan Indonesia.